Historia

Inovasi Tanpa Pengakuan, Casimir Zeglen dan Rompi Antipelurunya 

Teman Szczepanik, Tuan Borzykowski, menguji rompi antipeluru pada pelayannya pada tahun 1901. | Wikimedia Commons.

CHICAGO | Priangan.com – Pada tanggal 28 Oktober 1893, Chicago dikejutkan oleh pembunuhan Wali Kota Carter Harrison, yang ditembak di depan rumahnya sendiri. Peristiwa tragis ini mengguncang seluruh Amerika Serikat, tetapi yang paling terpengaruh adalah seorang imigran Polandia bernama Casimir Zeglen. Seorang pendeta dengan pemikiran inovatif, Zeglen merasa terpanggil untuk mengatasi maraknya kekerasan terhadap tokoh masyarakat.

Zeglen mencurahkan pikirannya untuk menciptakan solusi yang dapat menyelamatkan nyawa. Lalu terbesit di pikirannya ide rompi antipeluru yang ringan dan dapat dikenakan di balik pakaian biasa tanpa menarik perhatian.

Casimir Zeglen lahir pada tahun 1869 di dekat Tarnopol, Galicia, wilayah Polandia yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Austria-Hongaria. Tetapi perjalanan hidupnya membawanya ke Amerika Serikat pada tahun 1890, tempat di mana ia akan meninggalkan jejak bersejarah.

Pembunuhan di Chicago menjadi pemicu bagi Zeglen untuk bertindak. Selama dua tahun, ia bereksperimen dengan berbagai material seperti bulu sikat, sabut baja, wol, dan katun. Namun, hasilnya mengecewakan karena lebih menyerupai baju zirah abad pertengahan yang kaku dan berat.

Terobosan akhirnya datang pada tahun 1895 ketika Zeglen menemukan sifat luar biasa dari sutra dalam menahan laju peluru. Sebenarnya, gagasan ini bukan sepenuhnya baru. Seorang dokter dari Tombstone, Arizona, George E. Goodfellow, telah mengamati sejak tahun 1881 bahwa sapu tangan sutra di saku korban dapat mengurangi dampak peluru secara signifikan.

Goodfellow bahkan sempat bereksperimen dengan lapisan kain sutra sebagai perlindungan. Tetapi ia memutuskan meninggalkan penelitian ini dan kembali fokus pada profesinya sebagai dokter. Hingga pada akhirnya penelitian ini dikembangkan lebih lanjut oleh Zeglen.

Untuk membuktikan keampuhan inovasinya, Zeglen melakukan berbagai demonstrasi publik, mengundang aparat kepolisian, militer, wartawan, dan masyarakat umum. Ia meminta para sukarelawan menembak balok kayu yang dilapisi kain sutra antipeluru, bahkan melakukan uji coba pada mayat dan hewan. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengorbankan dirinya sendiri demi sains, menjadi target hidup dalam pengujian rompinya.

Tonton Juga :  Sejarah Rokok, Dulu Dianggap Punya Kekuatan Mistis

Namun, tantangan terbesar datang dengan munculnya senapan Krag-Jorgensen, yang diperkenalkan ke Angkatan Darat AS pada tahun 1894. Peluru berjaket baja dengan kecepatan sekitar 600 m/s ini mampu menembus kayu ek setebal setengah meter dari jarak 600 meter. Rompi sutra buatan Zeglen tidak mampu menahan daya tembak sekuat itu.

Zegaln menyadari bahwa tenunan manual tidak cukup untuk menciptakan perlindungan yang diperlukan, sehingga ia mencari solusi dengan alat tenun mekanis. Untuk mewujudkan ide ini, Zeglen pergi ke Eropa dan bertemu dengan Jan Szczepanik, seorang penemu Polandia yang dikenal sebagai “Edison Polandia” karena kecerdasannya dalam berbagai bidang teknologi.

Szczepanik berhasil menyempurnakan kain sutra antipeluru menggunakan teknik tenun mekanis. Dengan bahan yang lebih kuat, Zeglen kembali ke Amerika untuk memasarkan penemuannya kepada lembaga penegak hukum. Sayangnya, biaya produksi yang tinggi menjadi kendala utama.

Sementara itu, di Eropa, Szczepanik mengklaim dirinya sebagai satu-satunya penemu rompi sutra antipeluru dan mulai mencari kesepakatan bisnis, termasuk dengan Rusia. Merasa dikhianati, Zeglen memutus hubungan dengan mantan rekannya.

Namun, tanpa keahlian bisnis seperti Szczepanik, Zeglen kesulitan mendapatkan investor dan pendanaan lebih lanjut. Bahkan gereja yang sebelumnya mendukungnya mulai menarik dukungan finansial. Kecewa dan patah semangat, ia meninggalkan ordo religiusnya dan akhirnya tenggelam dalam ketidakjelasan. Zeglen meninggal sekitar tahun 1927 tanpa banyak diketahui masyarakat luas.

Demonstrasi terakhir dari rompi antipeluru sutra terjadi pada Mei 1913. Dalam uji coba tersebut, rompi yang digantung pada papan kayu ditembaki dengan senjata yang sebelumnya telah diuji dalam berbagai demonstrasi. Namun, kali ini rompi itu berlubang-lubang seperti keju Swiss. Zeglen menduga bahwa biodegradasi sutra adalah penyebab kegagalan ini dan berjanji untuk menghadirkan versi baru yang lebih baik, meski tidak ada bukti bahwa ia pernah melakukannya.

Tonton Juga :  Pertempuran Aneh di Australia: Manusia vs Burung Emu

Meskipun konsep rompi antipeluru lunak sangat revolusioner, kemajuan dalam dunia senjata api membuat teknologi sutra menjadi usang. Baru bertahun-tahun setelah era Zeglen, serat sintetis yang jauh lebih kuat, seperti Kevlar, akhirnya membuat baju zirah lunak menjadi benar-benar efektif.

“Casimir Zeglen adalah penemu pertama rompi antipeluru yang berfungsi,” tulis sejarawan Sławomir Łotysz, “tetapi konsepnya tidak memberikan dampak besar pada perkembangan teknologi lebih lanjut. Selama seratus tahun berikutnya, hanya sedikit penemu yang merujuk pada patennya, kebanyakan mengembangkan solusi mereka sendiri.”

Meskipun gagal mengukir namanya dalam sejarah perlindungan balistik, Zeglen tetap berkontribusi pada inovasi teknologi lainnya. Ia menerapkan teknik menenun sutra antipeluru dalam industri otomotif, memperoleh paten untuk memperkuat ban mobil dengan kain sutra yang kuat. Paten ini menjadi dasar pendirian perusahaannya, The Zeglen Tire & Fabric Co.

Meski tak sempat menikmati kejayaan sebagai penemu rompi antipeluru, dedikasi Casimir Zeglen terhadap inovasi dan keselamatan tetap meninggalkan jejak penting dalam sejarah. Konsep dan teknologi yang ia rintis membuka jalan bagi perkembangan lebih lanjut dalam dunia perlindungan balistik dan material komposit modern. (Lsa)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: