TASIKMALAYA | Priangan.com –
Penertiban tambang ilegal di wilayah Tasikmalaya mulai berdampak ke kantong masyarakat. Harga pasir jenis cor dan pasir pasang melonjak tajam, menyusul terbatasnya pasokan dari kawasan kaki Gunung Galunggung yang menjadi pusat penambangan pasir berkualitas tinggi.
Kondisi ini disampaikan langsung oleh Nono (50), pedagang pasir eceran di kawasan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Menurutnya, harga satu kolbak (bak mobil pickup) pasir cor kini menyentuh Rp 350 ribu, naik drastis dari harga awal Rp 280 ribu.
“Naiknya cukup cepat, karena permintaan masih tinggi tapi penggalian banyak yang tutup. Stok dari lapangan mulai menipis,” ujar Nono, Senin (9/6/2025).
Tak hanya pasir cor, harga pasir pasang—yang biasa digunakan untuk pondasi dan plesteran—juga ikut terkerek. Sebelumnya dijual Rp 200 ribu per kolbak, kini sudah menyentuh Rp 250 ribu.
Pasokan semakin sulit didapat karena lokasi tambang yang berizin hanya segelintir. Tambang-tambang liar yang sebelumnya mendominasi suplai kini tak lagi beroperasi setelah ada tindakan tegas dari pemerintah menyusul tragedi longsor di Gunung Kuda, Cirebon.
Permintaan pasir tidak hanya datang dari warga lokal. Truk-truk dari luar daerah seperti Majalengka, Garut, bahkan Cirebon terlihat memadati jalur menuju lokasi tambang aktif.
“Setiap malam, antrean truk luar kota makin ramai. Mereka datang jauh-jauh karena di daerah asal pasokan benar-benar kosong,” kata Nono.
Juju Juanda (54), sopir truk dari Cibeureum, mengaku harus menunggu lebih dari lima jam hanya untuk mendapatkan muatan pasir.
“Datang jam delapan pagi, sekarang sudah lewat zuhur belum dapat giliran. Tempat lain sudah banyak yang tutup,” keluhnya di lokasi penambangan wilayah Bungursari.
Pepen Ucu Atila, penyelidik geologi dari Cabang Dinas ESDM Wilayah VI Tasikmalaya, menyebut hanya ada 3 lokasi tambang pasir resmi di kaki Gunung Galunggung: yakni di Desa Mekarjaya, Padakembang, dan Sinagar, Kecamatan Sukaratu.
Sementara untuk wilayah Kota Tasikmalaya sendiri, terdapat 5 titik tambang berizin, mayoritas di sektor tambang Sirtu (pasir batu).
“Jadi yang punya izin itu hanya 8. Selebihnya—sebanyak 6 lokasi—masuk kategori tambang ilegal yang tersebar di Bungursari dan Mangkubumi,” ungkap Pepen.
Dampak dari penertiban ini bukan hanya dirasakan pedagang dan sopir, namun juga pemborong bangunan dan proyek-proyek perumahan yang kesulitan mendapatkan bahan baku utama. Tak sedikit proyek mandek karena biaya material melonjak tajam.
Warga berharap ada solusi konkret dari pemerintah. Penertiban tambang ilegal memang penting, namun perlu diimbangi dengan ketersediaan pasokan dan kontrol distribusi agar tidak memicu gejolak harga di pasaran. (yna)