TASIKMALAYA | Priangan.com – Program Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang baru saja digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, mulai memantik perdebatan di masyarakat Tasikmalaya.
Gerakan ini mengimbau aparatur sipil negara (ASN), pelajar, hingga warga umum menyisihkan Rp1.000 setiap hari untuk membantu kaum miskin. Namun, di lapangan, semangat gotong royong itu tidak sepenuhnya disambut hangat.
Bagi sebagian warga, iuran “seribu sehari” justru terasa berat di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih.
“Kalau buat orang kaya mungkin kecil, tapi buat kami besar. Penghasilan sehari aja kadang gak sampai lima puluh ribu,” keluh Engkus, warga asal Kecamatan Mangunreja, yang menanggung tujuh anak.
“Seribu itu buat beli sayur, bukan uang sisa. Harusnya negara yang bantu rakyat miskin, bukan rakyat yang diminta bantu negara,” ujarnya dengan nada kecewa.
Nada serupa disampaikan Upep, pedagang di sekitar Masjid Agung Baiturrahman. Ia menilai kebijakan tersebut terlalu idealis tanpa mempertimbangkan kondisi lapangan.
“Jangan kebijakan asal bunyi. Pajak aja kami udah bayar, masa tiap hari disuruh nyumbang lagi,” tegasnya.
Sementara dari kalangan ASN, muncul pandangan lebih moderat. Resi Kristina, pegawai di lingkungan Pemkab Tasikmalaya, menyebut ide Gubernur Dedi Mulyadi sejatinya positif selama dijalankan secara sukarela.
“Kalau sifatnya imbauan ya bagus, karena di kantor kami juga ada iuran sosial tiap bulan. Yang penting penyalurannya jelas, gak asal kumpul uang,” katanya.
Menanggapi sorotan itu, Bupati Tasikmalaya Cecep Nurul Yakin menyatakan pihaknya belum menerima surat resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Secara formal kami belum menerima surat edarannya. Tapi kalau memang gerakan sosial ini sifatnya sukarela, tentu kami mendukung selama tidak memaksa,” ujarnya.
Cecep menambahkan, Pemkab kini tengah merancang alternatif program sosial yang lebih berkelanjutan.
“Kami sedang mempersiapkan konsep wakaf produktif agar bantuan masyarakat bisa memberikan efek ekonomi jangka panjang, bukan hanya sekadar iuran harian,” jelasnya.
Di sisi lain, Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi Ramadhan menilai semangat gerakan tersebut sejalan dengan nilai gotong royong masyarakat Sunda. Meski begitu, pihaknya belum akan terburu-buru menerapkan kebijakan itu di daerahnya.
“Spiritnya bagus, tapi perlu dikaji dulu. Kita ingin memastikan kesiapan masyarakat dan mekanisme penyalurannya,” kata Viman di Balekota Tasikmalaya, Senin (6/10/2025).
Ia menegaskan, pemerintah kota akan menunggu arahan teknis lebih lanjut sebelum memutuskan langkah penerapan.
“Kami tidak ingin gegabah. Tujuannya mulia, tapi harus realistis dan sesuai kondisi warga di Tasikmalaya,” tandasnya. (yna)

















