GARUT | Priangan.com — Pemerintah Kabupaten Garut akhirnya angkat bicara dan mengambil langkah tegas menyikapi meningkatnya aktivitas yang mengarah pada perilaku maksiat di wilayahnya. Isu ini dibahas dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penanggulangan Perbuatan Maksiat yang digelar di Ruang Rapat Setda Kabupaten Garut dan dihadiri langsung oleh Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin.
Dalam pertemuan tersebut, Bupati menyatakan secara terbuka bahwa situasi sosial di Garut sudah mengkhawatirkan, khususnya menyangkut aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan norma agama dan budaya lokal.
“Keadaan di Garut saat ini tidak bisa dianggap baik-baik saja. Ada kecenderungan meningkatnya kegiatan yang bernuansa maksiat. Ini harus segera ditangani bersama,” tegas Syakur di hadapan peserta rapat.
Rapat koordinasi ini menjadi wadah penyamaan persepsi antarlembaga, dari unsur pemerintahan, aparat penegak hukum, hingga tokoh masyarakat. Menurut Bupati, hasil diskusi berlangsung lancar dan saling dipahami, dengan semangat gotong royong dalam merespons persoalan kemaksiatan di daerah.
“Kita sepakat akan segera menyusun langkah-langkah konkret. Tidak sekadar wacana, tapi tindakan yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” katanya.
Salah satu poin penting yang ditekankan dalam pertemuan ini adalah perlunya ketersediaan sumber daya yang cukup untuk mendukung setiap kegiatan yang dirancang. Pemerintah daerah, kata Syakur, tidak ingin gegabah dalam mengambil tindakan tanpa dukungan anggaran dan personel yang memadai.
Rencana aksi terpadu dijadwalkan mulai dilaksanakan pada bulan Agustus 2025, dengan fokus awal menyasar peredaran minuman keras ilegal dan tempat-tempat yang rawan penyalahgunaan fungsi sosial.
“Kami ingin ada gerakan yang terukur. Kalau bicara soal miras, nanti akan ada langkah-langkah teknisnya, tapi semua itu harus berbasis pada kesiapan SDM dan logistik yang nyata,” ungkap Syakur.
Langkah ini menjadi penegasan komitmen Pemerintah Kabupaten Garut dalam menjaga nilai-nilai keagamaan dan moralitas publik. Dalam konteks sosial yang makin kompleks, langkah tersebut dinilai sebagai bentuk keberpihakan pada aspirasi masyarakat yang menginginkan lingkungan yang sehat secara spiritual dan sosial. (Az)