TASIKMALAYA | Priangan.com – Pasca robohnya bangunan musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, wacana pembentukan satuan tugas (satgas) penataan bangunan pesantren kembali mengemuka di tingkat nasional.
Langkah itu mendapat dukungan penuh dari Fraksi PPP DPRD Kota Tasikmalaya, yang menilai kehadiran satgas tersebut sebagai bentuk perhatian serius negara terhadap dunia pesantren—lembaga pendidikan yang selama ini tumbuh dari kemandirian masyarakat.
“Kami menyambut baik inisiatif pembentukan satgas ini. Ini bukan sekadar audit bangunan, tapi bentuk nyata kepedulian pemerintah terhadap sarana dan keselamatan santri,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Hilman Wiranata kepada wartawna, Jumat (10/10/2025).
Hilman menilai, selama ini banyak pondok pesantren berdiri dengan dukungan swadaya, tanpa pendampingan teknis maupun standar keamanan bangunan yang memadai. Akibatnya, beberapa di antaranya rawan mengalami kerusakan atau bahkan ambruk saat cuaca ekstrem.
“Kalau pemerintah hadir dengan pendampingan, pengawasan kualitas, dan bantuan fasilitas, pesantren akan lebih kuat, lebih aman, dan tetap mandiri,” katanya.
Menurutnya, kehadiran satgas juga diharapkan mampu memperbaiki tata kelola perizinan serta kualitas konstruksi, termasuk transparansi sumber dana pembangunan ponpes.
Selain menyoroti aspek fisik bangunan, Hilman juga mengingatkan agar wacana audit pesantren tidak diseret ke isu negatif yang merusak citra lembaga keagamaan.
“Jangan lagi ada stigma yang menuduh pesantren menciptakan praktik perbudakan. Santri berkhidmat kepada kiai itu bagian dari pendidikan akhlak dan mentalitas, bukan eksploitasi,” tegasnya.
Ia menjelaskan, para santri yang menimba ilmu di pondok sudah melalui proses izin dan kesepakatan orang tua. Dalam konteks itu, kiai berperan sebagai pengasuh dan wali selama anak menempuh pendidikan di lingkungan pesantren.
“Sejak awal, orang tua menitipkan anaknya untuk dididik lahir batin. Maka hubungan santri dan kiai itu seperti anak dan orang tua, bukan hubungan kerja,” jelasnya.
Hilman menegaskan bahwa langkah pembentukan satgas ini menjadi momentum kolaborasi antara pemerintah dan kalangan pesantren menuju generasi berakhlak dan berdaya saing di era Indonesia Emas 2045.
“Pesantren adalah benteng moral bangsa. Jika bangunannya kokoh dan pengelolaannya rapi, maka kokohlah pula karakter santrinya,” ujarnya. (yna)

















