Historia

Flu Spanyol, Wabah Ekstem yang Renggut 50 Juta Lebih Nyawa Manusia

Perawat menyiapkan masker untuk mencegah penyebaran flu Spanyol pada 1918. | National Archives

WASHINGTON D.C | Priangan.com – Flu mungkin menjadi penyakit hal yang lumrah. Acapkali musim hujan tiba, biasanya penyakit ini banyak terjadi. Namun, jika waktu ditarik lebih dari seabad ke belakang, kasus wabah flu pernah menjadi mimpi buruk yang tidak akan pernah terlupakan sepanjang masa.

Tepat pada tahun 1918, kala itu dunia dilanda salah satu pandemi paling mematikan dalam sejarah. Ya, Flu Spanyol. Berbeda dengan flu biasa, Flu Spanyol punya tingkat kematian yang sangat tinggi. Ia juga dapat menyebar dengan cepat melalui udara, menginfeksi banyak orang lalu merenggut nyawa mereka.

Walau pun memiliki nama Flu Spanyol, penyakit ini tidak berasal dari negara Spanyol. Aktivitas wabah ini konon justru pertama kali terjadi di Fort Riley, Kansas, Amerika Serikat. Kala itu, seorang juru masak di pangkalan militer tersebut dilaporkan mengalami gejala demam, sakit kepala, dan nyeri tenggorokan. Tak butuh waktu lama, ratusan prajurit lainnya juga menunjukkan kondisi serupa. Dalam hitungan minggu, ribuan orang jatuh sakit, dan angka kematian mulai meningkat.

Penyakit ini menyebar lebih luas ketika para tentara Amerika dikirim ke medan perang di Eropa. Kamp-kamp militer yang penuh sesak menjadi tempat sempurna bagi virus untuk berpindah dari satu individu ke individu lainnya. Setibanya di Eropa, wabah ini menular dengan cepat ke berbagai negara dan memperparah kondisi di tengah Perang Dunia.

Gelombang kedua pandemi ini jauh lebih ganas. Salah satu titik awalnya adalah Camp Devens di dekat Boston. Para dokter yang menangani pasien melaporkan, banyak penderita mengalami perubahan warna kulit akibat kekurangan oksigen. Rumah sakit pun kinin sampai kewalahan menangani lonjakan pasien, sementara tenaga medis yang terbatas semakin memperburuk keadaan.

Tonton Juga :  Ganyang Malaysia! Seruan Soekarno untuk Menentang Pembentukan Federasi Malaysia

Situasi semakin sulit dengan adanya kebijakan sensor informasi yang diberlakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Demi menjaga moral pasukan, berita mengenai dahsyatnya flu ini tidak disebarluaskan secara terbuka. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak memahami betapa berbahayanya penyakit ini hingga sudah terlambat untuk mengambil tindakan pencegahan.

Pada akhirnya, pandemi ini merenggut sekitar 50 juta nyawa di seluruh dunia, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan korban Perang Dunia 1. Banyak faktor yang membuat Flu Spanyol begitu mematikan, termasuk kurangnya pemahaman mengenai virus, fasilitas medis yang belum berkembang, serta pergerakan manusia dalam jumlah bsar akibat peperangan. (Ersuwa)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: