Dua Versi Kisah Hidup Nyi Mas Saritem

BANDUNG | Priangan.com – Sejarah lisan di Bandung menyimpan satu nama yang terus dibicarakan dari masa ke masa: Nyimas Saritem. Sosoknya hadir dalam berbagai cerita yang tidak selalu sejalan satu sama lain. Ada pihak yang menempatkannya sebagai perempuan yang terjebak dalam dunia kelam, sementara versi lain menggambarkannya sebagai tokoh yang ingin mengangkat martabat kaum wanita. Perbedaan kisah tersebut turut berkaitan dengan munculnya istilah kembang dayang yang kerap dihubungkan dengan asal-usul julukan Kota Kembang.

Catatan yang menyebut Saritem sebagai bagian dari bisnis penghibur di masa kolonial muncul dari sejumlah kajian, salah satunya tulisan Ferdian Achsani dalam majalah ilmiah Salingka edisi Juni 2020. Dalam kisah itu, Saritem disebut awalnya diajak mendampingi seorang pejabat Belanda sebelum kemudian diminta menyediakan perempuan lain bagi tentara-tentara lajang. Arus kedatangan pengunjung yang semakin ramai membuat praktik tersebut berkembang, hingga para perempuan direkrut dari berbagai daerah di Jawa Barat.

Versi tersebut menggambarkan kehidupan perempuan yang terbatas oleh tekanan sosial dan ekonomi, terutama saat praktik prostitusi dianggap sebagai jalan yang sulit dihindari. Banyak perempuan yang akhirnya terlibat tanpa memiliki kesempatan untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Berbeda dari kisah pertama, catatan lain mengisahkan Saritem dengan latar yang sama sekali berbeda. Dalam versi ini, ia disebut memiliki nama asli Ayu Permatasari, putri dari keluarga bangsawan yang berasal dari lingkungan Kerajaan Sumedang Larang. Ayu digambarkan sebagai perempuan Sunda dengan penampilan khas rambut sanggul dan kebaya. Julukan Saritem muncul dari warna kulitnya yang dikatakan lebih gelap, sehingga teman-temannya menyebutnya sebagai gadis sari-sari item.

Cerita tentangnya sebagai perempuan bangsawan termuat dalam buku karya jurnalis Aan Merdeka Permana berjudul Saritem. Dalam buku ini, dikisahkan Ayu meninggalkan Sumedang menuju Bandung, sebuah kawasan yang saat itu sudah dikenal sebagai pusat praktik prostitusi. Melihat kondisi tersebut, ia disebut berupaya membela perempuan-perempuan yang terjebak di tempat itu.

Lihat Juga :  Endurance: Ekspedisi yang Menguji Batas Kemanusiaan

Ia digambarkan mendatangi pemerintah Hindia Belanda untuk meminta penutupan tempat-tempat prostitusi. Usulan yang diajukannya cukup tegas, yakni meminta laki-laki yang datang ke tempat itu untuk menikahi perempuan yang mereka inginkan secara sah jika tak ingin praktik tersebut terus berlangsung.

Lihat Juga :  Kala Lonceng di Jerman Tak Lagi Berdentang karena Perang

Upaya yang dilakukan menurut cerita itu tidak berjalan mudah. Namun kisah tersebut menempatkan Saritem sebagai sosok yang gigih memperjuangkan martabat perempuan, sehingga namanya dianggap berjasa dalam membela kepentingan kaum wanita pada masa kolonial.

Hingga kini, masyarakat Bandung masih menyimpan kedua cerita tersebut. Terlepas dari mana yang lebih mendekati kebenaran, nama Saritem kini diabadikan sebagai nama jalan yang dapat diakses dari kawasan Gardujati dan Jalan Jenderal Sudirman. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos