TASIKMALAYA | Priangan.com – Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mengambil langkah serius dalam memperkuat sistem layanan rehabilitasi bagi penyalahguna NAPZA.
Selama dua hari, 2–3 Juli 2025, Dinkes menggelar rangkaian pelatihan dan penguatan kapasitas untuk petugas puskesmas, khususnya dalam tata kelola Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dan penggunaan instrumen skrining ASSIST.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, dr. Uus Supangat, menegaskan bahwa kedua kegiatan ini merupakan satu rangkaian yang saling melengkapi.
“Kami ingin memastikan bahwa rehabilitasi penyalahguna NAPZA di Tasikmalaya tidak hanya berjalan administratif, tapi benar-benar menyentuh kebutuhan pasien: dari deteksi dini, perencanaan intervensi, hingga pendampingan yang bermartabat,” ujar dr Uus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/7/2025).
Menurutnya, penyalahgunaan narkotika kini bukan lagi persoalan individu, tapi telah menjadi isu lintas sektor. Selain menyangkut kesehatan, juga berdampak pada aspek sosial, ekonomi, hingga keamanan. Di tingkat lokal, data Dinkes mencatat sekitar 170 kasus NAPZA selama tahun 2024, mayoritas dari kelompok usia 18–35 tahun.
Namun, angka ini diyakini masih jauh dari kondisi riil karena banyak penyalahguna yang tidak melapor, enggan mengakses layanan, atau takut stigma.
“Kita harus ubah cara pandang. Penyalahguna bukan penjahat, tapi orang sakit yang perlu kita bantu pulih,” tegasnya.
Penguatan tim IPWL dinilai penting karena mereka adalah garda depan rehabilitasi medis. Dengan tata kelola yang baik, mulai dari pencatatan, pelaporan, hingga klaim biaya, diharapkan kualitas layanan di puskesmas meningkat dan seragam.
Sementara itu, pelatihan skrining menggunakan ASSIST (Alcohol, Smoking and Substance Involvement Screening Test) bertujuan agar tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi risiko penyalahgunaan secara lebih tepat. Skrining ini menjadi pintu masuk penting sebelum menyusun rencana rehabilitasi individual (Individual Treatment Plan).
“Tanpa skrining, intervensi akan bias. Dengan ASSIST, kita bisa klasifikasikan risiko rendah, sedang, atau tinggi, dan mengambil langkah yang sesuai,” kata dr. Uus.
Saat ini, dari total 33 puskesmas di Kota Tasikmalaya, 15 sudah terdaftar dalam SK Kementerian Kesehatan sebagai IPWL, seperti Puskesmas Cihideung, Cilembang, Kawalu, Tawang, hingga Urug. Sisanya sedang dipersiapkan, sebagian karena kendala pelatihan SDM, dan sebagian lain sudah memenuhi syarat tapi belum masuk dalam SK pusat.
Uus berharap para tenaga kesehatan di puskesmas dapat melaksanakan skrining secara rutin, melakukan assessment yang tepat, dan memberikan edukasi serta layanan konseling kepada pasien dan keluarganya.
“Kami ingin rehabilitasi NAPZA menjadi sistem yang utuh, tidak parsial. Ini kerja bersama lintas sektor – dari puskesmas, rumah sakit, BNN, kepolisian, hingga komunitas dan keluarga,” pungkasnya. (yna)