TASIKMALAYA | Priangan.com – Langkah kaki Irvan Mulyadie, aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, terdengar mantap pagi itu.
Selasa, 7 Oktober 2025, ia melangkah seorang diri ke kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat di Kota Bandung.
Tangan kanannya menggenggam map tebal berisi dokumen resmi, sedangkan di wajahnya tersirat tekad kuat: melawan ketidakadilan yang ia rasakan dari kebijakan mutasi yang dilakukan atas perintah Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin.
Bukan hal sepele yang membuat Irvan nekat menempuh jalur hukum. Setelah hampir dua puluh tahun mengabdi di birokrasi, ia merasa baru kali ini disingkirkan secara tidak adil. Mutasi yang dialaminya—dari jabatan Kasubbag Kearsipan Sekretariat Daerah menjadi Kasi Kesejahteraan Sosial di Kecamatan Sukaratu—menjadi puncak kekecewaan terhadap sistem kepegawaian yang menurutnya semakin kehilangan arah.
“Saya melawan bukan karena jabatan, tapi karena rasa keadilan saya diinjak,” tegas Irvan kepada wartawan usai menyerahkan laporan ke Ombudsman.
Ia menyebut mutasi massal ASN pada 30 September 2025 sarat kejanggalan, tanpa mempertimbangkan kompetensi dan rekam jejak pegawai.
Tidak berhenti di Ombudsman, Irvan juga resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, menyoal Keputusan Bupati Nomor 800 133/Kep 365 BKPSDM/2025 tentang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat administrator dan pengawas.
Baginya, langkah itu bukan sekadar mencari keadilan pribadi, melainkan bentuk perlawanan terhadap praktik semena-mena yang bisa mengancam profesionalisme ASN di Tasikmalaya.
Irvan menilai sistem manajemen talenta yang digembar-gemborkan pemerintah daerah hanya sebatas slogan.
“Kalau prestasi dan kompetensi tidak dihargai, lalu apa gunanya manajemen talenta yang selama ini dijanjikan?” katanya.
Menurutnya, kebijakan mutasi yang tidak berbasis merit hanya akan menciptakan birokrasi yang tidak sehat dan menumpulkan semangat kerja pegawai berprestasi.
Sebagai ASN yang juga dikenal aktif di dunia literasi dan kebudayaan, Irvan merasa keputusannya dilandasi keberanian moral.
Ia mengaku sudah lama mengabdi dengan dedikasi tinggi dan sejumlah penghargaan, baik di tingkat daerah maupun nasional. Namun, penghargaan dan prestasi tampaknya tidak menjadi pertimbangan dalam proses mutasi.
Langkah hukum yang ditempuh Irvan kini menjadi preseden baru di lingkungan Pemkab Tasikmalaya.
Ia berharap keberaniannya menjadi inspirasi bagi ASN lain yang mungkin mengalami hal serupa untuk berani bersuara, bukan diam di bawah tekanan kekuasaan.
“Saya tidak ingin ASN takut untuk memperjuangkan keadilan. Ini bukan sekadar urusan jabatan, tapi tentang harga diri seorang pegawai negeri,” ujarnya. (yna)