TASIKMALAYA | Priangan.com — Dugaan penggelapan dana Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) di Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya, terus menjadi sorotan warga. Program kerja sama antar desa yang dirintis sejak 2018 itu awalnya bertujuan memperkuat ekonomi lokal, namun kini justru memunculkan tanda tanya besar soal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana.
Sebanyak 14 kepala desa yang tergabung dalam BUMDesma telah dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan. Pemeriksaan tersebut terkait aliran dana yang diduga dialihkan ke usaha konveksi di Bandung oleh pengelola berinisial IS, yang saat ini keberadaannya tidak diketahui.
Pergantian kepemimpinan dari GG kepada IS disebut menjadi titik awal munculnya dugaan penyelewengan. Setelah IS mengambil alih pengelolaan dana, aktivitas usaha mulai tidak terpantau jelas. Dana kolektif dari desa-desa yang mestinya dikembangkan secara bersama, diduga disalurkan ke luar wilayah dengan sistem pengelolaan yang tertutup dan minim pelaporan.
Warga mulai mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus ini. Sandi, warga Cigalontang, mengaku kecewa dengan lambannya penanganan hukum yang membuat masyarakat kehilangan kepercayaan.
“Kasus ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Sekarang sudah 2025, tapi tidak ada titik terang. Sementara itu, aparat seperti Inspektorat dan BPK belum memberikan kejelasan. Masyarakat seperti diabaikan,” ujar Sandi saat ditemui pada Selasa (5/8/2025).
Lebih jauh, ia menyoroti adanya kabar bahwa sejumlah kepala desa sempat menerima dana pinjaman dari hasil penyitaan aset BUMDesma. Dugaan tersebut memperparah ketidakpercayaan publik terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Ade, warga lainnya, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap sikap kepala desa yang dinilainya terlalu mudah dipengaruhi pihak eksternal.
“Kepala desa seharusnya berpihak kepada rakyat, bukan membela kepentingan luar. Apalagi kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit, ini justru menambah beban,” katanya.
Melihat minimnya progres hukum, warga mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk turun tangan. Menurut mereka, kasus seperti ini tidak bisa hanya diserahkan ke level lokal karena menyangkut kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan desa.
“Kami minta Pak Gubernur jangan hanya bicara soal transparansi. Saatnya ada tindakan nyata. Kalau terus dibiarkan, kasus ini akan menjadi contoh buruk bagi desa-desa lain,” tegas Sandi. (yna)