TASIKMALAYA | Priangan.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penyimpangan dalam belanja bahan bakar minyak (BBM) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tasikmalaya tahun anggaran 2024.
Nilai penyimpangan tersebut mencapai Rp1.445.332.372,40, dengan kelebihan pembayaran sebesar Rp1.349.673.172,40 yang harus segera dikembalikan ke kas daerah.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Tasikmalaya Tahun 2024, BPK menyebutkan bahwa belanja BBM di DLH tidak didukung bukti penggunaan yang sah dan sebagian tidak digunakan untuk kendaraan operasional sebagaimana mestinya.
“Dokumen pendukung pembayaran seperti nota, surat perintah kerja, maupun bukti pemakaian BBM tidak lengkap dan tidak diverifikasi dengan baik oleh pihak terkait,” tulis BPK dalam laporannya.
BPK menilai kondisi tersebut menunjukkan adanya penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukan, sehingga dikategorikan sebagai ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Atas hal itu, BPK merekomendasikan agar Wali Kota Tasikmalaya memerintahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup selaku Pengguna Anggaran (PA) untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Langkah yang diminta meliputi verifikasi ulang terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen pembayaran BBM oleh PPTK, PPK-SKPD, dan bendahara, serta penyetoran kelebihan pembayaran sebesar Rp1,349 miliar ke kas daerah. BPK juga memberikan batas waktu 60 hari sejak diterimanya LHP, atau hingga Juli 2025, untuk pelaksanaan tindak lanjut tersebut.
Pemerhati Kebijakan Publik, Rico Ibrahim, menilai temuan ini bukan sekadar masalah administratif, tetapi mencerminkan lemahnya tanggung jawab moral aparatur negara dalam mengelola uang rakyat.
“Setiap rupiah uang negara adalah amanah rakyat. Ketika digunakan tidak sesuai peruntukan, itu bukan hanya melanggar aturan, tapi juga mengkhianati nilai kejujuran yang diajarkan oleh agama dan Pancasila,” ujarnya, Rabu (15/10/2025).
Menurut Rico, integritas aparatur pemerintah harus menjadi cermin keimanan dan nasionalisme sejati. Ia menegaskan bahwa pejabat publik wajib menjaga akuntabilitas dan transparansi, terutama di daerah yang dikenal religius seperti Tasikmalaya.
“Kota Tasikmalaya dikenal sebagai kota santri. Maka setiap pejabatnya harus menjunjung tinggi integritas dan rasa tanggung jawab kepada Allah dan bangsa. Belanja BBM fiktif atau tanpa bukti sah adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik,” katanya.
Rico juga menyerukan agar Pemerintah Kota Tasikmalaya tidak sekadar memenuhi rekomendasi BPK, tetapi menjadikannya momentum untuk memperbaiki sistem pengawasan internal dan menegakkan budaya etika publik.
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan sekaligus pelajaran bagi seluruh aparatur pemerintahan daerah agar menjaga amanah jabatan dengan jujur dan profesional. Sebab, pengelolaan keuangan publik yang bersih bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga bentuk nyata ibadah dan cinta terhadap negeri. (yna)

















