JAKARTA | Priangan.com – Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam urusan penomoran plat kendaraan. Setiap daerahnya punya kode huruf yang khas. Lantas, seperti apa sejarahnya? Penggunaan kode huruf dalam plat nomor di Indonesia ternyata berpijak pada era kolonial Inggris yang pernah menancapkan taring penjajahannya di abad ke-19 lalu.
Sejarah penomoran plat ini dimulai pada tahun 1811, tepatnya ketika Inggris berhasil menguasai Batavia yang kini dikenal sebagai Jakarta. Pada saat itu, pasukan Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles, membawa sedikitnya 15.600 tentara dari 26 batalion. Sebagai cara untuk mempermudah pengelolaan daerah yang telah berhasil ditaklukan, Raffles pun kala itu menandainya dengan kode huruf dari A hingga Z.
Sebagai contoh, daerah Batavia yang berhasil dikuasai oleh batalion B, kemudian diberi kode huruf B. Kode itu hingga kini menjadi kode plat nomor kendaraan untuk Jakarta. Demikian pula dengan Surabaya, yang ditandai dengan kode L, sesuai dengan batalion L yang pernah menaklukkannya. Di beberapa daerah lain, seperti Yogyakarta, yang ditaklukkan oleh dua batalion sekaligus, A dan B, maka kode plat nomor yang diberikan menjadi AB.
Kode tersebut juga digunakan pada saat Raffles membagi wilayah Indonesia berdasarkan karesidenan. Bahkan, ketika Belanda berhasil kembali mengambil alih Indonesia pada tahun 1816, mereka tetap mempertahankan sistem penomoran ini.
Seiring berjalannya waktu, kode penomoran itu terus digunakan dan diadaptasi hingga ke luar Jawa, meliputi daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, sampai Nusa Tenggara. Sistem karesidenan itu akhirnya menjadi acuan dalam penentuan kode plat nomor yang masih berlaku sampai saat ini.
Meski begitu, tidak semua huruf dari A hingga Z digunakan. Huruf-huruf seperti C, I, J, O, Q, U, V, W, X, Y, dan Z tidak dijadikan kode utama lantaran batalion dengan kode tersebut merupakan pasukan cadangan, atau “reserve units,” yang hanya dikerahkan apabila dibutuhkan saja. Walau demikian, ada beberapa pengecualian dalam penggunaan huruf tertentu, seperti W dan Z, yang pada akhirnya digunakan setelah masa kolonial berlalu.
Kode W, misalnya, dialokasikan untuk wilayah Sidoarjo dan Gresik, yang sebelumnya masih merupakan bagian dari wilayah Surabaya dengan kode huruf L. Pada tahun 2000, Polres Sidoarjo dan Gresik menetapkan kode wilayah W secara resmi sebagai pembeda dari Surabaya.
Sementara itu, kode Z diberikan untuk wilayah di Parahyangan yang awalnya masuk dalam kode D. Setelah beberapa pengaturan administratif, kode Z secara mandiri diterapkan untuk wilayah di luar Bandung, seperti Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Sumedang, dan Garut. (erswua)