Daily News

Al-Sharaa Tanda Tangani Konstitusi Sementara, Harapan Baru atau Ancaman bagi Minoritas?

Presiden sementara Suriah, Ahmad Al-Sharaa, menandatangani konstitusi sementara untuk negara tersebut di Damaskus, Suriah, 13 Maret 2025. | AP Photo.

DAMASKUS | Priangan.com – Presiden sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, menandatangani konstitusi sementara pada Kamis, 13 Maret 2025, di Damaskus, menurut laporan dari Aljazeera.

Konstitusi ini akan berlaku selama lima tahun dalam masa transisi setelah pemerintahan Bashar al-Assad digulingkan oleh pasukan yang dipimpin al-Sharaa pada Desember lalu.

Penandatanganan ini berlangsung di tengah ketegangan, termasuk serangan udara Israel di ibu kota Suriah yang menargetkan kelompok militan.

Langkah ini diambil untuk menandai dimulainya sejarah baru bagi Suriah dengan mengganti penindasan menjadi keadilan.

Namun, konstitusi sementara ini mendapat kritik karena mempertahankan beberapa elemen lama, termasuk ketentuan bahwa kepala negara harus seorang Muslim dan hukum Islam sebagai sumber utama yurisprudensi.

Kelompok minoritas etnis dan agama skeptis terhadap kepemimpinan baru dan khawatir akan masa depan mereka di bawah pemerintahan al-Sharaa.

Dalam penerapannya, konstitusi sementara mencakup ketentuan mengenai kebebasan berekspresi, hak sosial, politik, dan ekonomi bagi perempuan.

Selain itu, dokumen ini menegaskan pemisahan kekuasaan antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif serta membentuk Komite Rakyat sebagai parlemen sementara hingga konstitusi permanen disusun dan pemilu diadakan.

Proses perancangan konstitusi baru akan melibatkan komite yang dibentuk oleh presiden sementara, tetapi masih belum jelas apakah konstitusi mendatang akan lebih inklusif terhadap berbagai kelompok politik, agama, dan etnis di Suriah.

Sementara itu, perjanjian penting dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) telah dicapai, termasuk kesepakatan gencatan senjata dan integrasi angkatan bersenjata mereka ke dalam badan keamanan pusat.

Di tengah pergolakan ini, Suriah masih menghadapi ketidakstabilan akibat serangan dari kelompok-kelompok bersenjata yang setia kepada Assad serta operasi militer Israel yang terus berlanjut.

Sanksi internasional dari Amerika Serikat dan Eropa tetap diberlakukan, dengan syarat bahwa sistem politik baru harus lebih inklusif sebelum mereka mempertimbangkan pencabutannya.

Tonton Juga :  Wahid: Ada Tiga Janji Politik Yusuf yang Tidak Terlaksana

Ribuan warga Suriah yang melarikan diri dari kekerasan masih berlindung di pangkalan militer Rusia di provinsi Latakia. Sementara itu, delegasi dari Turki melakukan kunjungan mendadak ke Damaskus untuk membahas situasi keamanan, beberapa hari setelah bentrokan terjadi di pesisir Suriah.

Di tengah ketidakpastian politik ini, masa depan Suriah tetap menjadi pertanyaan besar bagi rakyatnya dan dunia internasional. (LSA)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: