TASIKMALAYA | Priangan.com – Program 100 hari kerja Wali Kota Tasikmalaya, Viman Alfarizi Ramadan, menuai sorotan tajam dari kalangan pengamat kebijakan. Zenzen Jaenudin, salah satu tokoh pemerhati pembangunan daerah, menilai bahwa sejumlah program unggulan yang diumumkan selama 100 hari pertama justru minim kejelasan arah dan tidak terukur secara konkret.
Menurut Zenzen, hingga saat ini tidak ada komunikasi publik yang jelas mengenai capaian jangka pendek maupun keselarasan program dengan kebutuhan warga. Padahal, menurutnya, kejelasan narasi dan arah pembangunan seharusnya menjadi prioritas sejak hari pertama menjabat.
“Jangankan masyarakat akar rumput, kelompok menengah pun bingung melihat ke mana arah kota ini mau dibawa. Program yang muncul hanya sekadar slogan seperti ‘Tasik Pintar’ atau ‘Satu Kelurahan Satu Hafiz’, tapi ukuran capaiannya tidak ada,” ujarnya dalam podcat di Priangan.com.
Ia menilai, berbagai program yang digaungkan pemerintah daerah saat ini lebih banyak bersandar pada proyek-proyek nasional, bukan inisiatif lokal yang lahir dari kebutuhan nyata warga. Billboard dan kampanye simbolik menjadi lebih menonjol ketimbang substansi kebijakan.
“Yang terlihat jalan itu proyek pusat, kayak Koperasi Merah Putih atau Makan Bergizi Gratis. Sementara di daerah sendiri, yang dikerjakan apa? Lari-lari terus. Maksudnya apa? Harus ada progres yang bisa dirasakan,” tegas Zenzen.
Lebih jauh, ia menyoroti belum rampungnya dokumen penting seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Padahal, dokumen ini penting sebagai peta jalan pembangunan lima tahun dan seharusnya menjadi landasan program 100 hari.
“Kalau memang serius, harusnya sejak dilantik, RPJMD dikebut. Tapi sampai sekarang masih tahap awal pembahasan di dewan. Ini artinya pembangunan belum punya arah pasti,” katanya.
Tak hanya itu, Zenzen mengungkap masalah laten di birokrasi Tasikmalaya, seperti banyaknya jabatan kosong yang diisi oleh pelaksana tugas (PLT), termasuk di level lurah dan kepala sekolah. Hal ini menurutnya akan menghambat efektivitas program jika tidak segera ditangani.
Ia juga menyoroti buruknya efisiensi anggaran. Berdasarkan data sebelumnya, belanja aparatur di Kota Tasikmalaya sempat mencapai angka overhead 53%, tertinggi di Jawa Barat. Menurutnya, program efisiensi seharusnya menjadi bagian penting dalam 100 hari kerja dan disampaikan secara transparan ke publik.
“Kalau efisiensi dilakukan, tunjukkan dari angka berapa ke berapa. Kalau bisa, sisa anggaran itu dialihkan ke belanja publik. Tapi sampai hari ini saya belum mendengar itu dibuka ke publik,” ungkap Zenzen.
Menutup pernyataannya, Zenzen mendorong pemerintah daerah untuk tidak sekadar membangun pencitraan di awal masa jabatan, melainkan fokus pada kebijakan yang terukur, realistis, dan sesuai kebutuhan masyarakat.
“Empat program utama itu hanya jadi headline di media, bukan jadi gerakan nyata yang bisa dirasakan masyarakat. Kalau memang ingin dipercaya, buktikan dengan data, ukuran, dan keterbukaan,” pungkasnya. (yna)