CIAMIS | Priangan.com – Masyarakat Desa Jayaraksa, Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis, punya cara tersendiri untuk mendukung pembangunan di wilayahnya. Mereka menjalankan program Urunan Desa (Urdes) yang sudah lama disepakati melalui musyawarah dan dituangkan dalam peraturan desa.
Kepala Desa Jayaraksa, Aan Kusmayati, mengatakan, dana dari program tersebut dipakai untuk membeli lahan yang kemudian dimanfaatkan sebagai fasilitas umum.
“Urdes di desa kami sudah diterapkan sejak lama dan manfaatnya sangat terasa. Dana yang terkumpul dikembalikan dalam bentuk pembangunan yang langsung dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya, Kamis (2/10/2025).
Aan menuturkan, Desa Jayaraksa merupakan hasil pemekaran dari Desa Beber dan sejak awal tidak memiliki tanah desa. Karena itu, masyarakat sepakat mengumpulkan dana bersama melalui Urdes agar kebutuhan fasilitas umum bisa terpenuhi.
“Jika tidak ada swadaya dari masyarakat, bagaimana kita bisa membeli tanah untuk pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut? Karena dana negara tidak bisa digunakan untuk membeli tanah,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua BPD Jayaraksa, Andi Rukandi, menambahkan, landasan hukum program tersebut jelas tercantum dalam Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2014. Aturan itu mengacu pada berbagai regulasi yang mengatur keuangan desa dan pengelolaannya.
“Dalam Perdes tersebut disebutkan, setiap wajib pajak PBB mesti membayar pungutan Urdes sebesar satu kali lipat dari nilai pajak PBB,” kata Andi.
Dana yang terkumpul kemudian dialokasikan dengan sistem pembagian, yakni 70 persen untuk dusun dan 30 persen untuk kas desa. Menurut Andi, sejauh ini masyarakat tidak mempermasalahkan Urdes karena hasilnya bisa dirasakan langsung, seperti pembangunan masjid, lapangan olahraga, hingga kantor desa.
Terkait adanya keluhan salah seorang warga bernama Heni, yang menilai pungutan Urdes lebih besar dibandingkan tagihan PBB, Andi menjelaskan bahwa masalah itu berawal dari persoalan keluarga.
“Masalahnya sebenarnya ada di internal keluarga Bu Heni. Sesuai Perdes, Urdes memang satu kali lipat dari nilai PBB. Permintaan untuk menaikkan Urdes datang dari kakaknya, Yaya, yang menyebabkan kelalaian di pihak kolektor,” terangnya.
Berdasarkan catatan kolektor, Heni hingga kini belum melunasi PBB tahun 2025. BPD berharap persoalan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak dibawa keluar desa.
“Jadi Bu Heni dulu sempat tinggal di Desa Jayaraksa, lalu menikah dan menetap di Bogor. Setelah itu, ia membeli tanah di Desa Jayaraksa yang pengurusannya diambil alih oleh kakaknya,” pungkas Andi. (Eri)

















