TOKYO | Priangan.com – Dalam catatan sejarah Perang Dunia Kedua, Unit 731 Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menjadi salah satu episode paling kelam. Beroperasi sejak awal 1930-an di Pingfang, Harbin, wilayah pendudukan Manchukuo, unit rahasia ini dipimpin oleh Letnan Jenderal Shirō Ishii. Secara resmi disebut sebagai pusat penelitian kesehatan, fasilitas ini sejatinya menjadi laboratorium perang hayati dan kimia yang menggunakan manusia sebagai bahan uji coba.
Para tawanan perang dan penduduk sipil, mayoritas warga Tiongkok serta Korea, Rusia, dan sejumlah kecil sekutu Barat, dijadikan objek percobaan layaknya hewan laboratorium. Para peneliti melakukan viviseksia tanpa anestesi, memaparkan korban pada suhu ekstrem untuk menguji hipotermia, hingga meledakkan mereka dengan granat guna mengetahui radius luka. Penyakit mematikan seperti pes, kolera, tifus, dan antraks disuntikkan langsung ke tubuh tawanan untuk menilai daya sebar dan tingkat kematian.
Praktik tersebut berlangsung dalam skala besar dan sistematis. Laporan sejarah menyebut ribuan orang meninggal dalam fasilitas Pingfang, sementara operasi penyebaran wabah di beberapa daerah di Tiongkok menelan korban ratusan ribu jiwa. Satu catatan yang terdokumentasi adalah serangan biologis di Ningbo, Zhejiang, tahun 1940, ketika kutu pembawa bakteri pes dijatuhkan dari pesawat Jepang dan memicu wabah di kawasan permukiman.
Sesudah perang usai, akuntabilitas atas kejahatan ini tidak berjalan tuntas. Uni Soviet memang menggelar Pengadilan Khabarovsk pada 1949 dan menjatuhi hukuman terhadap sejumlah personel. Namun, tokoh kunci termasuk Shirō Ishii lolos dari jerat hukum setelah Amerika Serikat memberikan kekebalan dengan imbalan data hasil riset Unit 731. Fakta ini memunculkan kontroversi yang hingga kini masih menjadi perdebatan dalam studi sejarah dan etika medis. (wrd)

















