TOKYO | Priangan.com – Jepang menjadi salah satu negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Di antara beragam kisah yang lahir dari masa lalu, ada satu tradisi yang kerap menimbulkan rasa haru yaitu ubasute. Tradisi ini digambarkan sebagai tindakan membawa orang tua yang sudah lanjut usia ke tempat terpencil seperti gunung atau hutan, lalu meninggalkannya di sana hingga meninggal dunia. Meski terdengar kelam, kisah ubasute lebih banyak hidup dalam legenda dan sastra rakyat daripada fakta sejara yang bisa dibuktikan.
Istilah “ubasute” berasal dari dua kata dalam bahasa Jepang, uba yang berarti wanita tua dan sute yang berarti membuang atau meninggalkan. Dalam versi lain, tradisi ini disebut obasute atau oyasute, yang merujuk pada tindakan meninggalkan orang tua. Menurut cerita rakyat, praktik ini dilakukan pada masa-masa sulit, ketika kelaparan dan kemiskinan melanda desa.
Keluarga yang hidup serba kekurangan merasa tidak sanggup lagi memberi makan anggota keluarga yang sudah tidak produktif. Dalam situasi itulah, keputusan tragis untuk melakukan ubasute diambil sebagai bentuk pengorbanan.
Beberapa daerah di Jepang dikaitkan dengan legenda ini, salah satunya Gunung Ubasuteyama di Prefektur Nagano. Nama gunung tersebut bahkan dipercaya berasal dari kisah tentang seorang anak yang meninggalkan ibunya di puncak gunung.
Kisah serupa juga muncul di wilayah lain, seperti di sekitar hutan Aokigahara di kaki Gunung Fuji. Namun hingga kini, tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa ubasute benar-benar pernah dilakukan secara luas di masa lampau.
Para sejarawan menyebut, kisah ubasute lebih bersifat simbolik dan mencerminkan dilema moral dalam masyarakat agraris Jepang pada masa lalu. Cerita ini kerap digunakan sebagai bahan perenungan tentang hubungan antara anak dan orang tua, serta tentang nilai pengorbanan dan tanggung jawab keluarga. Tema tersebut muncul dalam berbagai karya sastra dan film, salah satunya Narayama Bushi-kō karya Shichirō Fukazawa yang diterbitkan pada 1956 dan diadaptasi menjadi film The Ballad of Narayama oleh sutradara Shōhei Imamura pada 1983.
Beberapa peneliti menduga legenda ubasute lahir dari pengalaman kelaparan yang sering terjadi antara abad ke-17 hingga ke-19, ketika banyak keluarga di pedesaan hidup dalam kekurangan. Kisah itu kemudian berkembang menjadi simbol tentang bagaimana manusia menghadapi tekanan hidup dan batas kemampuan dalam merawat orang tua.
Kini, ubasute lebih dikenal sebagai bagian dari cerita rakyat yang menggugah perenungan tentang nilai kemanusiaan. Ia menjadi kisah masa lalusekaligus cermin tentang bagaimana masyarakat memandang usia, pengorbanan, dan cara mempertahankan martabat di tengah keterbatasan. (wrd)

















