Tragedi Tiananmen 1989, Catatan Kelam Pemerintah China

TIONGKOK | Priangan.com – China dikenal sebagai salah satu negara yang punya banyak sejarah kelam panjang. Salah satunya adalah tragedi yang terjadi di Lapangan Tiananmen pada 4 Juni 1989. Pada saat itu, rakyat turun ke jalan untuk berdemonstrasi namun berujung pada tindakan kekerasan dari pemerintah. Peristiwa itu hingga kini menjadi salah satu kenangan kelam di negeri tirai bambu.

Semuanya bermula ketika wafatnta Hu Yaobang, salah saeorang tokoh reformis China yang dianggap memiliki sikap terbuka terhadap perubahan politik di China. Kepergiannya itu lantas memunculka kekecewaan di kalangan mahasiswa. Atas dasar itu, mereka berbondong-bondong pergi ke Lapangan Tiananmen untuk mengenangnya sekaligus menyarakan aspirasi politik.

Pada 22 April, upacara resmi penghormatan bagi Hu digelar di Balai Agung Rakyat, di mana para mahasiswa turut datang membawa petisi dan meminta dialog dengan pemerintah. Namun, permintaan itu ditolak. Merasa kecewa dengan sikap pemerintah, para mahasiswa pun lantas menggelar aksi protes besar-besaran.

Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh negeri kemudian memadati jantung ibu kota. Mereka lantas menuntut kebebasan pers, reformasi politik, serta pengunduran diri para pejabat yang dianggap represif. Aksi itu didukung oleh berbagai kalangan, termasuk para pekerja serta lapisan masyarakat lainnya. Tercatat, pada Mei 1989, jumlah demonstran mencapai hampir satu juta orang.

Alih-alih menuruti tuntutan para masa aksi, pemerintah China malah meresponsnya dengan memberlakukan status darurat militer. Pada 20 Mei 1989, sekitar 250 ribu tentara dikerahkan ke Beijing. Namun, upaya itu sempat terhambat lantaran ada banyak masa aksi yang menutupi jalan-jalan utama.

Masa dan tentara dikabarkan sempat bernegosiasi. Para mahasiswa meminta agar para tentara itu bergabung dengan mereka. Namun, negosiasi tersebut tidak berjalan lancar.

Lihat Juga :  Soroti Kebijakan “Cut Off”, Aliansi Santri Tasikmalaya Geruduk Gedung Bupati

Puncak ketegangan aksi tersebut terjadi pada malam 3 Juni 1989. Pada saat itu, bentrokan pertama mulai pecah di sekitar Wukesong. Pasukan keamanan pada saat itu dikabarkan melepaskan tembakan ke arah demonstran. Ada sejumlah warga yang tewas, termasuk salah seorang pakar teknologi luar angkasa China bernama Song Xiaoming.

Praktis, aksi penembakan itu direspons secara spontan oleh para mahasiswa. Mereka membawa batu yang berserakan di jalan hingga melemparkan bom molotov ke arah kendaraan militer.

Lihat Juga :  Aliansi Masyarakat Menggugat Desak KPU-Bawaslu Minta Maaf

Keesokan harinya, tepatnya pada 4 Juni 1989, pasukan militer akhirnya bergerak memasuki Lapangan Tiananmen. Taksamama setelah itu, mereka kemudian memuntahkan senjata kepada para mahasiswa tanpa pandang bulu. Banyak dari peserta aksi yang berupaya menyelamatkan diri namun gagal. Mereka mati lantaran tak bisa menghindari peluru yang dimnuntahkan dari kendaraan militer.

Peserta aksi yang selamat, membalas serangan keji tersebut dengan memukuli aparat yang berjaga di sekitaran ruas-ruas jalan. Tak hanya itu, mereka juga turut membakar sejumlah kendaraan militer yang ada di sana.

Atas kejadian ini, pemerintah China mencatat sedikitnya ada 300 orang yang tewas termasuk dari pihak militer. Namun, tak sedikit orang yang meyakini kalau angka tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Berdasarkan catatan lain, jumlah demonstran yang tewas akibat penembakan massal itu mencapai ribuan orang. Bahkan, pasca aksi, sekitar sepuluh ribu orang ditangkap. Sebagian diadili dengan hukuman mati.

Ada satu hal yang menarik dalam kejadian ini. Yaitu momen salah seorang demonstran yang tengah mengadang barisan tank seorang diri dan terabadikan dalam lensa kamera. Foto tersebut menyebar luas di media sosial. Tak sedikit dari mereka yang menjuluki demonstran tersebu sebagai “TankMan”. Selain menjadi bukti catatan kelam pemerintahan China, foto ini pun diabadikan sebagai simbol keberanian rakyat China. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos