Historia

Tiwah, Tradisi Kuno yang Masih Dipertahankan oleh Suku Dayak

Puncak ritual Tiwah berupa pengurbanan hewan yang dilakukan dengan cara ditombak. | Kompas

KALIMANTAN | Priangan.com – Berbicara soal tradisi dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia, seolah tak ada habisnya. Ada banyak sekali tradisi yang dimiliki oleh negeri ini. Beberapa di antaranya, terbilang unik. Salah satunya adalah tradisi Tiwah asal Kalimantan Tengah.

Tradisi ini sudah ada sejak lama dan menjadi salah satu ciri khas serta keunikan dari masyarakat Suku Dayak. Khususnya bagi para penganut agama Hindu, Tiwah merupakan ritual untuk memindahkan tulang belulang atau kerangka jenazah yang sudah lama meninggal ke sebuah ruangan khusus bernama sandung.

Bila dirunut lebih dalam secara pemaknaan, Tiwah lebih dari sekedar upacara pemakaman ulang. Tradisi ini punya makna mendalam sebagai penghormatan terakhir sekaligus upaya untuk menyucikan roh yang sudah lama meninggalkan dunia ini.

Masyarakat Dayak percaya, lewat Tiwah, arwah akan mencapai alam keabadian yang benar-benar damai. Di samping itu, Tiwah juga dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi keluar yang masih hidup, yakni bakal jauhkan dari kesialan sepanjang hidup mereka.

Sebagai bagian dari budaya lokal yang unik, Tiwah ini tentu menjadi salah satu cerminan keberagaman adat istiadat yang masih terjaga hingga saat ini.

Lebih dalam membahas soal Tiwah, konon prosesi ini juga punya makna penyucian dan pelepasan roh. Para arwah yang disucikan lewat Tiwah, diyakini bakal mencapai kesempurnaan di hadapan Ranying Hattala, Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam pelaksanaannya, Tiwah dilangsungkan saat seluruh keluarga besar berkumpul. Mereka kemudian akan mengumpulkan tulang belulang. Jika masih ada daging yang tersisa, maka daging tersebut bakal dipisahkan dari tulangnya.

Setelah itu, pihak keluarga kemudian membangun balai pangun jandau dan sangkaraya sandung rahung sebagai tempat penyimpanan tulang belulang sisa jenazah anggota keluarga. Selain itu, anggota keluarga juga akan menggelar sebuah tarian saklar yang biasa disebut mangajan.

Tonton Juga :  Wawacan Sajarah Sukapura

Setelah semua prosesi itu dilakukan, maka pihak keluarga akan menombak salah satu hewan kurban lalu memasaknya dan membagikan daging hewan tersebut kepada masyarakat sekitar. Barulah setelah semua proses itu dilakukan, tulang belulang jenazah yang sudah dikumpulkan dibungkus dengan kain merah dan dimasukan ke dalam sandung. Dalam tahap ini, berbagai doa diucapkan oleh tetua suku supaya tujuan mereka benar-benar tercapai.

Hingga saat ini, tradisi Tiwah masih terus dipertahankan dan menjadi salah satu tradisi unik yang ada di Indonesia. (ersuwa)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: