TASIKMALAYA | Priangan.com – Praktik janggal kembali terungkap dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan keuangan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Tiga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diketahui menggunakan ratusan struk bahan bakar minyak (BBM) palsu untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran yang nilainya mencapai Rp355,3 juta.
Temuan itu diungkap BPK setelah melakukan uji petik dan konfirmasi ke delapan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Hasilnya, sebagian besar bukti pembelian BBM yang diserahkan ke tim auditor ternyata tidak sesuai dengan format resmi SPBU, bahkan sebagian di antaranya diduga dicetak ulang oleh pihak perantara.
Tiga instansi yang disorot adalah Sekretariat Daerah (Setda), Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo), serta Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman serta Lingkungan Hidup (DPUTRPRKPLH).
Di Setda, BPK mencatat anggaran BBM dan pelumas sebesar Rp1,07 miliar. Namun, sebanyak 359 lembar struk senilai Rp67,8 juta dinyatakan tak sesuai format resmi. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) bagian umum berdalih bahwa para sopir sering lupa menyerahkan struk asli, sehingga pihaknya meminta bantuan orang lain untuk mencetak ulang bukti pengisian BBM.
Kondisi serupa juga terjadi di Dishubkominfo yang mengelola anggaran BBM senilai Rp366,9 juta, termasuk bantuan BBM untuk kendaraan dinas sebesar Rp222 juta. Hasil pemeriksaan lapangan menunjukkan bahwa sebagian BBM tersebut tidak digunakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Lebih mencolok lagi di DPUTRPRKPLH. Dari total belanja BBM sebesar Rp1,15 miliar, ditemukan 327 struk tidak asli senilai Rp65,4 juta. Sekretaris dinas bahkan mengakui sebagian bukti pembelian memang dicetak ulang oleh pihak perantara dengan imbalan fee bulanan.
BPK menilai lemahnya pengawasan internal menjadi akar persoalan. Hingga pemeriksaan berakhir, ketiga SKPD tidak mampu menunjukkan bukti valid atas pengeluaran BBM tersebut.
Temuan ini menambah daftar panjang persoalan akuntabilitas keuangan daerah di Kabupaten Tasikmalaya, yang sebelumnya juga disorot karena lemahnya kontrol terhadap penggunaan dana publik.
Pemerhati kebijakan publik Rico Ibrahim menilai kasus ini bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi sudah mencerminkan pola penyimpangan sistemik dalam tata kelola keuangan daerah.
“Kalau bukti pengeluaran bisa direkayasa dengan mudah, berarti sistem pengawasan internal di Pemkab sudah lumpuh. Ini bukan hanya soal struk palsu, tapi soal kejujuran pejabat publik dalam mengelola uang rakyat,” ujarnya.
Ia mendesak Bupati Tasikmalaya untuk tidak berhenti pada klarifikasi, melainkan menindak tegas aparat yang terlibat serta melakukan audit internal menyeluruh terhadap seluruh SKPD.
“Jangan sampai praktik seperti ini dianggap hal biasa. Karena kalau dibiarkan, kebocoran anggaran akan terus berulang dari tahun ke tahun,” tegasnya. (yna)

















