TASIKMALAYA | Priangan.com – Terminal Tipe A Indihiang di Kota Tasikmalaya kembali jadi sorotan. Meski dibangun dengan anggaran besar dan berada di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan, terminal ini masih saja kosong dan terbengkalai, tak berfungsi sebagai simpul utama transportasi publik.
Sementara itu, pengusaha otobus justru mengoperasikan armadanya secara mandiri — menaikkan dan menurunkan penumpang di luar terminal, mulai dari pool pribadi hingga pinggir jalan kota.
Melihat kondisi tersebut, SAPMA (Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa) Kota Tasikmalaya menyatakan kekecewaan mendalam terhadap sikap diam DPRD Kota Tasikmalaya. Mereka menilai, lembaga legislatif itu seharusnya tidak tinggal diam dan justru mulai menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, bukan pada kekuatan modal.
“Terminal Indihiang itu bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol kehadiran negara dalam pelayanan transportasi publik. Tapi hari ini, yang berdiri kokoh justru dominasi pengusaha, sementara otoritas negara melemah,” tegas Salman Faisal, Ketua Bidang Umat Lintas Agama SAPMA PP Kota Tasikmalaya, Kamis (17/7/2025).
Salman menilai, tidak berfungsinya terminal selama bertahun-tahun adalah bentuk pembiaran yang mencoreng wajah pelayanan publik. Parahnya, praktik operasional liar yang dilakukan pengusaha otobus dibiarkan berlangsung tanpa tindakan tegas, padahal jelas-jelas melanggar hukum.
SAPMA mendesak DPRD Kota Tasikmalaya segera menggunakan kewenangannya sebagai lembaga pengawas kebijakan publik. Mereka meminta dewan untuk segera memanggil Wali Kota dan Dinas Perhubungan dalam forum resmi dan terbuka, guna mempertanyakan alasan dibalik pembiaran fungsi Terminal Indihiang. Di saat yang sama, SAPMA juga mendesak agar DPRD menyampaikan nota politik kepada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah IX sebagai otoritas teknis yang membawahi trayek dan operasional bus antarkota.
Salman menambahkan, fungsi pengawasan DPRD jangan hanya aktif saat pembahasan APBD atau ketika ada agenda seremonial. “Kami ingin melihat mereka berdiri bersama kepentingan rakyat, saat negara seperti kehilangan wibawa di hadapan kekuatan bisnis,” ujarnya.
Menurut dia, pembiaran terhadap pelanggaran ini tak bisa hanya dianggap sebagai kelalaian administratif. Mereka mendesak DPRD untuk mendorong terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) Transportasi atau tim kerja khusus untuk mengaudit kerugian negara akibat mangkraknya Terminal Tipe A Indihiang.
“Kami curiga ada potensi kerugian besar dari pembiaran ini. Terminal kosong, tapi bus tetap beroperasi. Pendapatan negara tidak masuk, dan yang diuntungkan cuma pengusaha yang memanfaatkan celah ini. Ini harus diaudit secara serius,” terangnya.
SAPMA juga berkomitmen akan mengawal isu ini hingga ke tingkat provinsi dan pusat, karena Terminal Tipe A berada dalam kewenangan Kementerian Perhubungan. Mereka meminta agar DPRD Kota Tasikmalaya berani membawa suara daerah ke meja pemerintah pusat, bukan hanya menjadi penonton dari kekacauan yang terjadi di lapangan.
“Kalau DPRD tidak segera bersikap, maka rakyat berhak meragukan siapa yang mereka wakili. Kami akan terus bersuara, karena ini soal kedaulatan ruang publik. Jangan biarkan pengusaha yang tidak tahu diri mengangkangi otoritas negara,” tutup Salman.(yna)