JAKARTA | Priangan.com – Pada akhir Januari 1981, perairan Laut Jawa menjadi saksi salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah pelayaran Indonesia. Kapal Motor Penumpang Tampomas II yang mengangkut lebih dari seribu penumpang dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Ujung Pandang, terbakar dan tenggelam di sekitar perairan Masalembu. Tragedi yang terjadi pada 25 hingga 27 Januari itu menelan ratusan korban jiwa dan meninggalkan duka panjang bagi keluarga para penumpang.
Tampomas II merupakan kapal penumpang buatan Jepang yang dioperasikan setelah dibeli dari luar negeri. Kapal berangkat dari Tanjung Priok pada 24 Januari 1981 dengan membawa penumpang dan muatan kendaraan. Dalam perjalanan, pada malam 25 Januari, muncul percikan api di ruang mesin yang diduga berasal dari kebocoran bahan bakar. Api cepat membesar dan menjalar ke dek kendaraan yang dipenuhi mobil serta bahan mudah terbakar. Upaya awal untuk memadamkan api pun tak berhasil karena sistem pemadam dan generator darurat tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Situasi di atas kapal berubah mencekam. Komunikasi terputus, sebagian awak kapal berusaha menurunkan sekoci, sementara di sisi lain banyak penumpang terjebak di ruang kabin. Kobaran api terus membesar, diiringi ledakan di ruang mesin yang membuat kapal miring. Upaya penyelamatan mulai dilakukan ketika beberapa kapal lain, seperti KM Sangihe dan KM Ilmamui, datang menolong setelah melihat kepulan asap dari kejauhan. Evakuasi berlangsung sulit karena ombak tinggi dan kondisi kapal yang nyaris tak terkendali.
Selama dua hari, api terus membakar sebagian besar badan kapal. Pada 27 Januari siang, Tampomas II akhirnya tenggelam di perairan sekitar Kepulauan Masalembu. Dari lebih dari seribu penumpang dan awak, hanya sebagian yang berhasil diselamatkan. Laporan resmi mencatat ratusan korban jiwa, meski jumlah pastinya sulit ditentukan karena banyak penumpang tidak terdaftar secara resmi. Peristiwa ini pun menjadi salah satu bencana laut terbesar di Indonesia pada masa itu.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa kebakaran dipicu oleh lemahnya sistem keselamatan kapal dan kelalaian dalam pemeliharaan. Kapal yang sebelumnya telah menimbulkan masalah teknis di pelayaran sebelumnya seharusnya tidak diberangkatkan tanpa perbaikan memadai. Tragedi ini menimbulkan banyak kritik terhadap kebijakan pembelian kapal bekas dan lemahnya pengawasan terhadap standar keselamatan penumpang.
(wrd)

















