TASIKMALAYA | Priangan.com — Sebuah video warga memprotes bantuan sosial di Kecamatan Tanjungjaya, Kabupaten Tasikmalaya, menjadi perbincangan publik. Dalam rekaman yang beredar, seorang pria mendatangi rumah Ketua RT sambil meluapkan kemarahan karena namanya tidak tercantum dalam daftar penerima Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan Rakyat (BLT Kesra) sebesar Rp900.000.
Pria berkaus putih itu tampak berbicara dengan nada tinggi. Ia merasa keputusan tersebut tidak adil dan mempertanyakan alasan dirinya tidak memperoleh bantuan, padahal selalu ikut dalam proses demokrasi di kampungnya.
“Kami sama-sama warga, sama-sama butuh. Saya juga ikut memilih setiap pemilu, tapi kok giliran bantuan saya tidak dapat? Tolong jelaskan itu,” ujar pria itu dalam video yang beredar luas di media sosial.
Camat Tanjungjaya, Rahmat ZM, membenarkan insiden tersebut. Menurutnya, pria itu bukan penerima manfaat karena status ekonominya tidak memenuhi kriteria bantuan.
“Setelah kami cek, yang bersangkutan berada pada desil enam. Artinya, menurut data pusat, ia termasuk kelompok yang dianggap cukup secara ekonomi dan tidak berhak menerima BLT Kesra,” ujar Rahmat.
Ia menegaskan bahwa proses penetapan penerima BLT dilakukan sepenuhnya oleh Kementerian Sosial menggunakan basis data nasional, bukan oleh desa atau kecamatan.
“Data itu langsung dari Kemensos. Desa, pendamping, dan kecamatan tidak menentukan siapa yang menerima. Kami hanya memastikan penyalurannya berjalan sesuai aturan,” jelasnya.
Rahmat menyebut persoalan itu sudah dibahas bersama pendamping dan perangkat desa, dan situasi kini telah mereda.
“Sudah dijelaskan kepada yang bersangkutan dan akhirnya bisa dipahami. Tidak ada lagi ketegangan,” tambah Rahmat.
Di waktu yang hampir bersamaan, suasana berbeda tampak di Desa Leuwibudah, kecamatan yang sama. Sebanyak 249 warga antre tertib di aula desa untuk mencairkan BLT Kesra yang nilainya juga Rp900.000 per orang.
Kepala Desa Leuwibudah, Eep, mengatakan penyaluran bantuan berjalan lancar. Namun ia menegaskan bahwa tidak semua warga dapat menerima bantuan tersebut.
“Ada yang tidak lolos karena kategori ekonomi sudah mapan. Selain itu, sistem pusat juga bisa mendeteksi jika calon penerima memiliki pinjaman tertentu atau terhubung dengan aktivitas berisiko, termasuk aplikasi yang mencurigakan. Itu sepenuhnya teknis dari kementerian, kami hanya mengikuti,” kata Eep.
Ia berharap masyarakat memahami bahwa penyaluran bantuan kini sepenuhnya berbasis data digital dari pemerintah pusat, sehingga tidak mungkin mengakomodasi semua keinginan warga tanpa mengacu aturan. (yna)

















