Tak Hanya Demo, Perjuangan Buruh Menggema di Balik Tirai Hukum Pada 1937

ALIQUIPPA | Priangan.com – Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional. Ini adalah momen untuk mengenang perjuangan panjang para pekerja demi mendapatkan hak dan perlindungan yang layak. Dari aksi mogok massal di abad ke-19 hingga lahirnya serikat-serikat buruh modern, sejarah buruh adalah cerita tentang keteguhan menghadapi ketidakadilan.

Namun, tidak semua kemenangan buruh diraih lewat unjuk rasa di jalanan. Sebagian terjadi di ruang sidang yang sunyi, seperti yang terjadi pada 12 April 1937 di Mahkamah Agung Amerika Serikat. Di hari itu, para pekerja mendapat satu kemenangan besar, bukan karena teriakan massa, tapi lewat goresan pena seorang hakim.

Keputusan Mahkamah Agung dalam kasus ‘National Labor Relations Board v. Jones & Laughlin Steel Corporation’ menjadi tonggak penting dalam sejarah perburuhan di Amerika. Putusan ini memperkuat hak buruh untuk membentuk serikat dan berunding secara kolektif, sekaligus menandai perluasan kekuasaan pemerintah federal dalam mengatur hubungan industrial.

Putusan itu ditulis oleh Ketua Mahkamah Agung Charles Evans Hughes. Ironisnya, sepanjang hidupnya, Hughes justru menyangkal bahwa keputusan tersebut merupakan perubahan tajam dari pandangan hukumnya sebelumnya.

Keputusan Mahkamah itu mengesahkan Undang-Undang Hubungan Perburuhan Nasional tahun 1935 atau ‘Wagner Act’. Undang-undang ini memaksa perusahaan untuk berunding dengan serikat yang dipilih oleh para pekerja dan melarang hukuman terhadap karyawan yang mendukung serikat. Sebagai pengawasnya, dibentuklah Dewan Hubungan Perburuhan Nasional (NLRB).

Undang-undang tersebut adalah bagian penting dari program New Deal milik Presiden Franklin D. Roosevelt. Tujuannya adalah menarik Amerika keluar dari Depresi Besar dengan memperluas keterlibatan pemerintah federal dalam urusan ekonomi.

Namun, langkah ini mendapat perlawanan keras dari Mahkamah Agung. Pada tahun 1935, mereka membatalkan Undang-Undang Pemulihan Industri Nasional karena dianggap melampaui kewenangan Kongres.

Lalu pada 1936, Mahkamah juga menyatakan bahwa Undang-Undang Konservasi Batubara Bitumen tidak konstitusional karena menambang batu bara dinilai sebagai aktivitas lokal, bukan perdagangan antarnegara bagian.

Lihat Juga :  Dari Kepompong Jadi Kain Mewah: Perjalanan Panjang Kain Sutra

Menariknya, dalam kedua kasus tersebut, Hughes sendiri mendukung keputusan untuk membatalkan undang-undang. Ia menulis bahwa Kongres tidak boleh menggunakan wewenang perdagangan antarnegara untuk mengatur aktivitas yang hanya berdampak tidak langsung.

Karena itu, banyak pelaku bisnis saat itu yakin bahwa Mahkamah akan membatalkan Wagner Act. Mereka pun mengabaikan perintah NLRB dan tetap menindas aktivitas serikat pekerja. Ketidakpatuhan ini memunculkan gugatan hukum yang akhirnya berujung ke Mahkamah Agung.

Kasus terpilih adalah perselisihan antara NLRB dan Jones & Laughlin Steel Corporation, perusahaan baja terbesar keempat di Amerika. Mereka memecat 10 karyawan dari pabrik di Aliquippa, Pennsylvania karena berupaya membentuk serikat pekerja.

Pihak perusahaan berdalih bahwa karena serikat itu bersifat lokal, aktivitas mereka tidak berdampak langsung pada perdagangan antarnegara bagian.

Namun, Departemen Kehakiman berpendapat sebaliknya. Mereka menekankan bahwa 75 persen produk J&L dikirim ke luar negara bagian, dan kegiatan perusahaan melibatkan tambang, kapal, serta jalur kereta api.

Lihat Juga :  Peniti, Benda yang Ditemukan Gegara Utang!

Argumen ini akhirnya mengubah pandangan Hughes. Ia menyatakan bahwa meskipun aktivitas tertentu tampak lokal, jika memiliki hubungan erat dan substansial dengan perdagangan antarnegara bagian, maka Kongres berhak mengaturnya. Dengan begitu, standar hukum lama dari kasus Gibbons v. Ogden tahun 1824 ikut bergeser.

Tidak hanya Jones & Laughlin yang terkena dampaknya. Pada hari yang sama, Mahkamah juga mengesahkan empat putusan lain yang mendukung NLRB melawan perusahaan-perusahaan kecil, termasuk satu pabrik pakaian di Virginia. Ukuran perusahaan tak lagi menjadi alasan pembatasan.

Empat hakim yang menolak putusan tersebut menyadari betapa luasnya dampak keputusan ini. Mereka khawatir pendekatan baru ini akan membuat Kongres bisa mencampuri hampir seluruh aktivitas ekonomi.

Perubahan sikap Hughes datang di saat yang sangat krusial secara politik. Roosevelt saat itu sedang berupaya menambah jumlah hakim Mahkamah Agung karena merasa keputusan-keputusan konservatif telah meruntuhkan program New Deal-nya. Tapi setelah Mahkamah mengesahkan Wagner Act, tekanan untuk mengubah struktur pengadilan pun mereda.

Lihat Juga :  Ini Para Pahlawan yang jadi Korban Pemberontakan G30S/PKI

Kolumnis Washington Star menulis bahwa Mahkamah telah “mencabut semangat” dari proposal Roosevelt. Bahkan Senator Burton K. Wheeler, salah satu penentang terbesar usulan penambahan hakim, mengakui bahwa alasan untuk menambah enam anggota Mahkamah kini tak lagi relevan.

Dua puluh enam hari setelah putusan dijatuhkan, Komite Kehakiman Senat resmi menolak proposal Roosevelt. Banyak yang menyebut perubahan sikap Mahkamah sebagai “perubahan waktu yang menyelamatkan sembilan hakim.”

Meski Hughes bersikeras bahwa keputusannya tidak dipengaruhi tekanan politik, banyak sejarawan meragukannya. Ia mengklaim bahwa pandangannya konsisten sejak lama dan menunjuk keputusan tahun 1911 yang berpihak pada buruh sebagai bukti. Namun, kasus tersebut tidak berkaitan langsung dengan kekuasaan Kongres atas perdagangan antarnegara bagian.

Apa pun motivasinya, keputusan dalam kasus Jones & Laughlin memberikan dorongan besar bagi pekerja. Itu membuka jalan bagi lahirnya berbagai undang-undang yang melindungi tenaga kerja, termasuk aturan tentang kompensasi pengangguran dan larangan pengiriman barang hasil kerja paksa.

Lebih dari itu, keputusan ini memperluas tafsir atas klausul perdagangan dalam Konstitusi. Mahkamah mengizinkan Kongres mengatur hal-hal yang sebelumnya dianggap terlalu lokal, termasuk berapa banyak biji-bijian yang boleh ditanam petani untuk kebutuhan sendiri hingga pelarangan diskriminasi rasial di tempat umum.

Selama beberapa tahun setelahnya, Mahkamah hampir selalu menyetujui perluasan kekuasaan Kongres atas perdagangan antarnegara. Di balik kemenangan hukum yang senyap ini, buruh Amerika mendapat pengakuan yang lebih besar. Dan hari ini, di Hari Buruh Internasional, warisan dari keputusan tahun 1937 itu masih terasa gaungnya. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos