Daily News

Susun Strategi Baru di London, Inggris dan Prancis Siap Jadi Tameng Ukraina

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyelenggarakan pertemuan puncak di Lancaster House, London, pada Minggu, 2 Maret 2025 | AP Photo.

LONDON | Priangan.com – Inggris dan Prancis telah sepakat untuk memimpin sebuah ‘coalition of the willing’ guna memberikan dukungan militer kepada Ukraina serta menyusun rencana gencatan senjata yang akan disampaikan kepada Amerika Serikat. Langkah ini bertujuan untuk mengamankan posisi Kyiv setelah tercapainya kesepakatan damai dengan Rusia.

Pernyataan ini muncul setelah pertemuan darurat yang diadakan di London pada Minggu, 2 Maret 2025, menyusul kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke Washington yang berakhir tegang.

Zelensky mengatakan pada hari Minggu bahwa ia masih siap untuk menandatangani kesepakatan mineral dengan Amerika Serikat.

Ia menyampaikan komentar tersebut kepada media Inggris di London, menjelaskan bahwa ia yakin dapat menyelamatkan hubungannya dengan Presiden AS Donald Trump setelah pertemuan mereka yang menegangkan di Ruang Oval pada Jumat, 28 Februari 2025 lalu.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menegaskan bahwa dukungan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat sangat penting untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan langgeng di Ukraina. Ia juga menekankan perlunya peningkatan anggaran pertahanan Eropa agar benua itu mampu melindungi dirinya sendiri.

Selain itu, Starmer mengumumkan kesepakatan yang memungkinkan Ukraina menggunakan dana ekspor Inggris senilai £1,6 miliar atau $2 miliar untuk membeli lebih dari 5.000 rudal pertahanan udara.

Di sisi lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengusulkan gencatan senjata sementara di udara, laut, dan infrastruktur energi selama sebulan. Usulan ini bertujuan memberi waktu untuk negosiasi perdamaian.

Namun, Macron menegaskan bahwa pengerahan pasukan Eropa baru akan dilakukan setelah situasi di lapangan aman. “Tidak akan ada pasukan Eropa di tanah Ukraina dalam beberapa minggu mendatang,” kata Macron dalam wawancara dengan Le Figaro.

Dilansir dari RT News, Moskow menolak keras usulan ini. Berkaca dari pengalaman buruk perjanjian Minsk sebelumnya yang dianggap gagal menghentikan konflik secara efektif. Rusia juga menegaskan bahwa usulan gencatan senjata sementara dapat dimanfaatkan oleh Ukraina untuk memperkuat posisi militernya, memperpanjang konflik.

Tonton Juga :  Kelebihan Kapasitas, Sohibul Iman Minta Lapas II B Tasikmalaya Segera Direlokasi

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, memperingatkan bahwa pengerahan pasukan asing tanpa mandat PBB akan dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan dan target sah bagi Rusia. Pernyataan ini menunjukkan sikap tegas Moskow terhadap segala bentuk campur tangan militer asing tanpa dasar hukum internasional yang jelas.

Di sisi lain, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau tidak menutup kemungkinan untuk mengirim pasukan ke Ukraina. Sebaliknya, Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan bahwa tidak ada rencana khusus untuk pengerahan pasukan Italia.

Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyerukan peningkatan anggaran pertahanan Eropa. Langkah ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan kepada Amerika Serikat bahwa Eropa mampu mempertahankan dirinya sendiri.

Namun, beberapa pemimpin Eropa seperti Donald Tusk, mengkritik kurangnya strategi yang terkoordinasi, menyebut situasi saat ini sebagai “kekacauan.”

Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, mengajukan usulan agar Turki memimpin perundingan damai antara Rusia dan Ukraina.

Meski terdapat perbedaan pandangan di antara para pemimpin Eropa, pertemuan di London menunjukkan komitmen yang kuat untuk mendukung Ukraina. Tantangan utama adalah menyelaraskan strategi Eropa dengan Amerika Serikat serta memastikan bahwa rencana perdamaian dapat diterima oleh semua pihak. (LSA)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: