TASIKMALAYA | Priangan.com – Alih-alih menjadi simbol kemajuan olahraga di Kabupaten Tasikmalaya, Stadion Kaliki justru menjelma menjadi bayang-bayang kegagalan tata kelola fasilitas publik.
Sejak pembangunannya dihentikan pada 2014, stadion yang terletak di Kampung Babakan Kaliki, Desa Mangunreja, Kecamatan Mangunreja ini kini menyisakan pemandangan yang memilukan dan menyulut keresahan warga.
Dari luar, stadion ini tampak seperti bangunan mati yang ditelan alam. Rumput liar menjulang menutupi hampir seluruh area lapangan. Di tribun penonton, kursi-kursi sudah ditumbuhi lumut tebal dan beberapa bagian tampak rusak akibat pelapukan. Tidak ada aktivitas olahraga, tidak pula ada penjagaan. Yang tersisa hanyalah ketidakpastian dan ketakutan.
Minimnya penerangan di sekitar stadion menambah gelap nasib bangunan ini. Saat malam tiba, kawasan yang seharusnya ramai oleh aktivitas positif justru berubah menjadi tempat yang ditengarai sering digunakan untuk aktivitas menyimpang.
Ketua Paguyuban Patasaninten Kampung Babakan Kaliki, Dani, mengungkapkan kekhawatiran warga. Menurutnya, stadion yang awalnya dibangun dengan harapan menjadi pusat kegiatan masyarakat kini malah dikenal karena hal-hal negatif.
“Sudah bertahun-tahun masyarakat menanti kejelasan, tapi tidak ada progres. Yang ada malah hampir tiap pekan warga menemukan pasangan mesum, pemuda mabuk-mabukan, bahkan diduga transaksi narkoba di sekitar stadion. Ini sudah sangat mengganggu,” ujar Dani, Jumat (18/7/2025).
Dani juga menambahkan bahwa kekumuhan area stadion tak hanya mengundang tindak kriminal, tetapi juga mengancam keselamatan. Lokasi yang tak terawat itu kini menjadi habitat hewan-hewan liar, termasuk ular yang beberapa kali terlihat menyelinap ke permukiman warga sekitar.
“Beberapa kali warga mendapati ular besar masuk ke rumah. Belum lagi nyamuk dan serangga karena genangan air di sekitar bangunan. Stadion ini seperti lahan mati yang dibiarkan begitu saja,” keluhnya.
Kondisi tidak layak itu diperparah dengan ketiadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) di sekitar gerbang utama stadion. Jalan sempit yang berada di depan stadion sering menjadi lokasi kecelakaan lalu lintas, terutama saat malam hari. Bahkan, kata Dani, sudah tiga nyawa melayang karena pengendara kehilangan kendali akibat kondisi jalan yang gelap gulita.
“Malam hari benar-benar gelap. Tidak ada satu pun lampu. Motor yang lewat sering oleng, bahkan ada warga yang meninggal dunia karena kecelakaan. Kami akhirnya terpaksa menutup pintu gerbang stadion agar tidak ada orang masuk sembarangan,” jelasnya.
Penutupan gerbang itu dilakukan secara swadaya oleh warga setempat, bukan karena permintaan pemerintah. Warga sudah muak dengan janji-janji pemulihan yang tak kunjung terbukti.
Dani dan warga Babakan Kaliki kini mendesak pemerintah daerah, khususnya Dinas Pemuda dan Olahraga, untuk tidak lagi membiarkan Stadion Kaliki menjadi tempat yang terlupakan. Mereka berharap ada kejelasan nasib bangunan itu: apakah akan dilanjutkan, dibongkar, atau difungsikan ulang.
“Kalau memang tak bisa difungsikan sebagai stadion, ya dirubah saja jadi ruang terbuka publik atau sarana lain yang bermanfaat. Tapi jangan dibiarkan begini terus, karena yang dirugikan bukan cuma warga, tapi juga citra pemerintah,” tegas Dani. (yna)