TASIKMALAYA | Priangan.com – Ketegangan di lingkup birokrasi Pemerintah Kota Tasikmalaya semakin terasa. Isu penggantian Sekretaris Daerah (Sekda) dari Asep Goparullah ke Hendra, Kepala Dinas PUPR, kini bukan hanya menjadi bisik-bisik di kalangan ASN, tapi telah meledak ke ruang publik lewat penyebaran spanduk di sejumlah titik kota.
Fenomena ini mendapat sorotan tajam dari Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Tasikmalaya, Asep Endang M. Syam. Ia menilai, cara penyampaian isu melalui media jalanan justru memperlihatkan rapuhnya pengelolaan birokrasi dan lemahnya kontrol di tingkat pimpinan.
“Kalau memang benar ada rencana mengganti Sekda, tempuh saja prosedur formal yang ada. Jangan malah menciptakan kegaduhan di luar sistem. Ini justru mendiskreditkan wali kota sendiri sebagai pimpinan birokrasi,” tegas Asep dalam wawancara khusus dengan Priangan.com, Selasa (1/7/2025).
Menurutnya, penyebaran spanduk bukan sekadar bentuk ekspresi, tapi juga sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak sehat di dalam tubuh pemerintahan. Ia mengungkapkan, suasana kompetisi jabatan di internal ASN saat ini bukan hanya kompetitif, tapi cenderung destruktif.
“Kalau sampai ASN saling jegal, saling jatuhkan hanya untuk mengejar posisi, bagaimana mungkin pemerintahan bisa berjalan dengan baik? Ini memunculkan persepsi publik bahwa bahkan posisi Sekda—yang seharusnya jadi stabilisator birokrasi—pun tidak aman,” ujarnya.
Lebih lanjut, Asep menyatakan bahwa dinamika internal birokrasi ini sudah terlalu transparan ke publik. Menurutnya, masyarakat kini mulai menyaksikan langsung kekisruhan yang selama ini hanya terjadi di ruang tertutup.
“Konflik di birokrasi sekarang sudah jadi konsumsi publik. Yang dirugikan bukan cuma wali kota, tapi juga citra ASN, DPRD, dan pemerintahan secara keseluruhan. Kami di legislatif juga ikut terdampak karena masyarakat bertanya: kok DPRD diam saja? Kok tidak ada langkah konkret?” katanya.
Asep mengaku tidak mengetahui secara pasti apakah benar ada rencana penggantian Sekda. Namun, berdasarkan atmosfer yang berkembang dan informasi informal yang ia terima, sinyal tersebut cukup kuat.
“Secara resmi tidak ada usulan apa pun ke DPRD mengenai penggantian Sekda. Tapi kalau dari dinamika yang terasa di luar, suasananya mengarah ke sana. Ada aroma bahwa Sekda sekarang sedang dalam posisi tertekan,” ungkapnya.
Ia juga menyayangkan bila pengambilan keputusan strategis seperti ini dikendalikan oleh tekanan politik atau pengaruh eksternal. “Kalau sampai penempatan jabatan didikte oleh kepentingan di luar sistem, itu sangat berbahaya. Birokrasi harus dibangun dengan profesionalisme dan integritas, bukan hasil tarik-menarik kepentingan,” ujarnya.
Dalam pandangan Asep, kondisi ini menambah daftar panjang dari masalah stagnasi birokrasi di Kota Tasikmalaya. Hingga kini, banyak jabatan kosong belum terisi, dan sistem merit belum berjalan sebagaimana mestinya.
“Selama ini kita sudah wanti-wanti kepada wali kota agar segera mengambil keputusan strategis. Jangan dibiarkan terlalu lama. Keterlambatan ini hanya akan menambah instabilitas di internal dan menciptakan ketidakpastian di publik,” katanya.
Ia menyimpulkan bahwa masalah ini hanya bisa diselesaikan jika wali kota segera mengambil sikap tegas dan objektif. “Pemimpin itu harus cepat, lugas, dan punya arah. Jangan sampai publik terus bertanya-tanya: Tasik ini mau dibawa ke mana?” pungkasnya. (yna)