PARIS | Priangan.com – Sophie Blanchard bukan hanya pelopor penerbangan balon udara, tetapi juga lambang keberanian di masanya. Lahir pada tahun 1778, Sophie dikenal sebagai sosok pemalu yang mudah terkejut, bahkan takut naik kereta kuda karena suara kerasnya.
Namun, ketakutan itu lenyap saat ia mengudara di balon bersama suaminya, Jean-Pierre Blanchard, seorang aeronaut terkenal. Di langit, Sophie menemukan dunianya.
Jean-Pierre mendorong Sophie untuk tampil di depan umum, melihat peluang besar dalam daya tarik seorang aeronaut wanita. Tak butuh waktu lama hingga Sophie mulai melakukan penerbangan sendirian, mencatatkan namanya sebagai perempuan pertama yang menerbangkan balon udara.
Ia cepat menjadi terkenal di seluruh Eropa, memikat banyak penonton dengan pertunjukan teatrikal, seperti peluncuran kembang api dari udara dan menjatuhkan anjing dengan parasut.
Setelah Jean-Pierre meninggal akibat serangan jantung saat pertunjukan pada tahun 1809, Sophie tidak menyerah. Ia justru semakin berani.
Selain untuk melunasi utang suaminya, Sophie terbang demi mempertahankan kecintaannya pada langit. Ia mulai mengembangkan pertunjukan yang lebih berani, sering kali memilih terbang malam hari demi menikmati ketenangan langit.
Sophie berani terbang setinggi lebih dari 12.000 kaki meski berisiko kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen. Ia pernah bertahan di tengah badai es di Vincennes, dan pernah pula hampir tenggelam setelah mendarat darurat di rawa-rawa Nantes. Meski mengalami banyak insiden, ia tetap setia pada balonnya.
Ia bahkan menyeberangi Pegunungan Alpen pada tahun 1812, melawan suhu ekstrem yang membekukan wajah dan tangannya. Ketangguhan dan keberaniannya membuat Napoleon Bonaparte terpikat, lalu mengangkatnya sebagai Aeronaut Resmi untuk acara-acara kenegaraan.
Sophie berperan penting dalam perayaan besar, termasuk meluncurkan balon bertuliskan pengumuman kelahiran putra Napoleon.
Meskipun terjadi pergantian kekuasaan dari Napoleon ke Louis XVIII, ketenaran Sophie tetap bertahan. Ia tetap menjadi Aeronaut Resmi, dihormati atas keberaniannya yang luar biasa. Semangat dan tekadnya menjadikannya sosok yang dikagumi dalam dunia penerbangan yang masih sangat berbahaya saat itu.
Namun, keberuntungan Sophie akhirnya habis. Pada malam 6 Juli 1819 di Tivoli Gardens, Paris, ia bersiap melakukan pertunjukan berbahaya menggunakan kembang api ‘api Bengal’.
Saksi menyatakan Sophie tampak gelisah sebelum terbang, bahkan berkata bahwa ini akan menjadi “pertunjukan terakhirnya.”
Sekitar pukul 10.30 malam, dengan mengenakan gaun putih dan topi bulu burung unta, Sophie meluncur ke langit. Ia menyalakan kembang api, tetapi balonnya tersambar api. Beberapa penonton, tidak sadar akan bahayanya, malah bersorak “Vive Madame Blanchard!” mengira semuanya bagian dari pertunjukan.
Sophie tetap tenang, berusaha mengendalikan balon dan hampir berhasil mendarat. Namun saat turun dengan cepat, balonnya menabrak atap sebuah rumah di Rue de Provence. Ia terlempar keluar dari keranjang dan jatuh ke jalanan. Sophie meninggal seketika akibat patah leher.
Kematian Sophie diratapi di seluruh Eropa. Ia menjadi wanita pertama yang meninggal dalam kecelakaan penerbangan. Jules Verne mengenangnya dalam ‘Five Weeks in a Balloon’, Fyodor Dostoevsky membandingkan sensasi berjudi dengan sensasi terjatuhnya, dan Charles Dickens mengutip pepatah, “kendi sering kali masuk ke sumur, tetapi pada akhirnya pasti akan retak.”
Tidak semua orang menghormatinya. Beberapa, seperti anggota Kongres Grenville Mellen, menggunakan tragedi itu untuk menguatkan pandangan bahwa perempuan tak pantas berada di dunia penerbangan.
Mereka mengabaikan fakta bahwa kematian di kalangan aeronaut pria jauh lebih banyak.
Sophie dimakamkan di Pemakaman Père Lachaise di Paris. Makamnya dihiasi tugu berbentuk balon terbakar, dengan tulisan “victime de son art et de son intrépidité,” yang berarti “korban seni dan keberaniannya.”
Meski ada nada merendahkan, Sophie sesungguhnya meninggal dalam pilihan yang ia buat sendiri, dengan kesadaran penuh atas risikonya.
Hingga hari ini, Sophie Blanchard dikenang atas pencapaiannya yang luar biasa dan keberaniannya membayar harga tertinggi demi impiannya.
Kisah hidupnya membuktikan bahwa perempuan bisa setara dengan laki-laki dalam mengejar inovasi dan menantang batasan dunia lama. Seperti dulu yang sering diteriakkan penonton di pertunjukannya, “Vive Madame Blanchard!”. (LSA)