Soekarno-Tan Malaka: Dua Tokoh, Satu Cita-cita, Dua Jalan Perjuangan

JAKARTA | Priangan.com – Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, punya hubungan yang sangat dekat dengan salah satu tokoh pergerakan nasional, Tan Malaka. Mereka berdua malah sudah bersahabat sejak lama. Hubungan itu terjalin jauh sebelum kemerdekaan, ketika keduanya masih sama-sama berjuang untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan.

Soekarno dikenal sebagai pemimpin yang banyak terinspirasi dari berbagai tokoh pemikir kemerdekaan, termasuk Tan Malaka yang dikenal konsisten dengan sikap revolusionernya. Dalam banyak kesempatan, Soekarno menyebut nama Tan Malaka sebagai salah satu tokoh yang ia kagumi. Bahkan, ketika Tan Malaka kembali ke tanah air pada awal masa pendudukan Jepang, Soekarno menyambutnya dengan penuh rasa hormat.

Kedekatan keduanya bukan hanya sekadar komunikasi atau saling menghargai satu sama lain, melainkan tumbuh dari kesamaan semangat dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Meski demikian, seiring dengan berjalannya waktu, hubungan antara Soekarno dan Tan Malaka mulai retak. Perbedaan mendasar dalam cara pandang mereka terhadap jalur perjuangan yang harus ditempuh menjadi penyebab utamanya.

Soekarno, dalam banyak keputusan politiknya, mengambil pendekatan yang lebih terbuka terhadap jalur diplomasi. Ia percaya bahwa dalam situasi tertentu, negosiasi dan kompromi dapat menjadi bagian dari strategi perjuangan. Tan Malaka justru sebaliknya, sejak awal, ia selalu menolak segala bentuk perundingan dengan pihak kolonial sebelum ada pengakuan penuh atas kemerdekaan Indonesia.

Perbedaan ini makin terlihat jelas pasca proklamasi kemerdekaan. Tan Malaka yang mendirikan gerakan Persatuan Perjuangan, mengambil sikap keras terhadap pemerintah yang dianggap terlalu lunak dalam menghadapi Belanda. Ia dan para pengikutnya pun mendorong perjuangan bersenjata secara total, tanpa ruang bagi negosiasi atau kesepakatan politik dengan pihak penjajah.

Situasi menjadi semakin rumit ketika Tan Malaka dan gerakannya dianggap sebagai ancaman oleh pemerintahan saat itu. Tan Malaka ditangkap pada 1947 atas persetujuan dari Soekarno yang saat itu sedang berupaya menjaga stabilitas politik dan mempertahankan pemerintahan Republik Indonesia di tengah tekanan militer dan diplomatik. Dalam fase ini, hubungan keduanya sudah benar-benar hancur.

Lihat Juga :  Jejak Kolonial di Pulau Banda, Tanah Pala yang Jadi Rebutan

Penahanan Tan Malaka berlangsung cukup lama. Setelah bebas pada 1948, Tan Malaka tetap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah. Ia menilai strategi yang dijalankan tidak sejalan dengan cita-cita revolusi yang selama ini diperjuangkannya.

Lihat Juga :  Kisah Kelam Kamp Bergen-Belsen

Perbedaan sikap politik dan strategi perjuangan itulah yang akhirnya membuat hubungan pribadi antara Soekarno dan Tan Malaka tak lagi seperti dulu. Kendati keduanya masih memiliki visi besar yang sama untuk Indonesia merdeka, jalan yang mereka pilih tidak lagi seiring.

Tan Malaka wafat pada 1949 dalam kondisi yang tragis. Selama bertahun-tahun, namanya nyaris tenggelam dalam arus sejarah. Namun, pada 1963, Soekarno secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Tan Malaka. Keputusan ini menjadi semacam pengakuan atas peran penting Tan Malaka dalam perjuangan kemerdekaan, meskipun hubungan pribadi dan politik mereka pernah berada di ujung perpecahan. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos