BRATISLAVA | Priangan.com — Rencana ambisius Uni Eropa untuk menghentikan seluruh impor energi dari Rusia pada 2028 menuai penolakan keras dari Slovakia. Dalam pernyataan pada 26 Juni 2025, Perdana Menteri Slovakia Robert Fico secara tegas menolak usulan tersebut dan mengisyaratkan bakal memblokir paket sanksi terbaru yang tengah dibahas oleh Dewan Urusan Luar Negeri UE.
Rencana penghentian impor ini merupakan bagian dari inisiatif RePowerEU yang dirancang Komisi Eropa sebagai upaya mempercepat transisi energi dan mengurangi ketergantungan terhadap energi Rusia. Namun, Fico menyebut rencana tersebut tidak realistis dan berisiko besar bagi negaranya.
“Slovakia tidak akan menyetujui paket sanksi ke-18 jika masalah mendasar belum diselesaikan,” tegas Fico dalam rapat komite parlemen. Ia menyatakan bahwa sanksi tersebut merupakan bagian dari satu kesatuan kebijakan energi yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan begitu saja.
Menurutnya, penghentian impor secara menyeluruh justru berpotensi merusak keamanan energi nasional. Slovakia saat ini masih terikat kontrak jangka panjang dengan perusahaan energi Rusia, dan jika kontrak itu dilanggar, denda yang harus dibayar bisa mencapai €20 miliar. “Ini bisa memicu lonjakan harga dan mengancam kestabilan pasokan energi kami,” ujarnya.
Fico bahkan meminta penundaan voting terhadap paket sanksi tersebut. Jika permintaan itu ditolak, ia menyatakan Slovakia siap menggunakan hak veto-nya untuk menggagalkan rencana itu. Sebagai bagian dari mekanisme Uni Eropa, sanksi harus disepakati secara bulat oleh semua negara anggota.
Penolakan Slovakia mendapat dukungan dari Hungaria. Menteri Luar Negeri Hungaria, Péter Szijjártó, menyebut rencana RePowerEU sebagai ancaman nyata terhadap keamanan energi negaranya. “Kami bersama Slovakia. Rencana ini bisa merusak fondasi pasokan energi kami,” tegasnya.
Bagi Slovakia dan Hungaria, energi bukan sekadar isu lingkungan atau geopolitik, tapi juga persoalan eksistensial. Ketergantungan historis mereka terhadap pasokan energi Rusia menempatkan kedua negara ini dalam posisi yang sulit jika rencana pemutusan total dijalankan.
Fico bahkan menggambarkan posisi negaranya seperti berada “di ujung botol” — awalnya leluasa, kini semakin sempit. Dalam situasi seperti itu, tekanan tambahan dari Brussel justru bisa memperparah krisis energi domestik. (zia)