TASIKMALAYA | Priangan.com – Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Tasikmalaya kembali jadi sorotan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menemukan indikasi kebocoran anggaran dan lemahnya pengawasan proyek fisik yang merugikan keuangan daerah hingga hampir setengah miliar rupiah.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya Tahun 2024, BPK secara terang menyebut adanya kekurangan volume pekerjaan dan ketidaksesuaian spesifikasi teknis pada sejumlah proyek jalan, irigasi, dan jaringan yang dikelola Dinas PUTR. Total nilai temuan mencapai Rp487.370.639,50.
Ironisnya, BPK mencatat kelebihan pembayaran kepada sedikitnya lima rekanan proyek, dengan nilai bervariasi mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Di antaranya CV SM sebesar Rp53,7 juta, CV SSS Rp22 juta, CV Spt Rp56 juta, CV WPU Rp75 juta, dan CV Slv Rp87 juta lebih.
“Pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi, sehingga terjadi kelebihan pembayaran kepada penyedia jasa. PPK dan PPTK tidak cermat dalam melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan,” tulis BPK dalam laporannya.
Lembaga audit negara juga menemukan kekacauan pengelolaan aset fisik hasil proyek senilai Rp143,3 miliar yang tidak jelas status kepemilikannya. Sejumlah bangunan, jaringan jalan, dan infrastruktur yang dibangun menggunakan dana APBD ternyata belum diserahkan kepada instansi penerima yang berhak, termasuk aset senilai Rp3 miliar yang seharusnya diserahkan ke instansi vertikal.
Tak berhenti di sana, BPK turut mengungkap pembayaran insentif pemungutan retribusi yang tidak sesuai aturan di lingkungan Dinas PUTR. Total kelebihan pembayaran tercatat sebesar Rp61,6 juta. Praktik ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Wali Kota Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Insentif Pemungutan.
Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa Dinas PUTR tidak hanya lalai dalam pengawasan proyek, tetapi juga gagal menjaga integritas keuangan daerah. BPK bahkan memberikan waktu 60 hari bagi Wali Kota Tasikmalaya untuk menagih kelebihan pembayaran dan memperbaiki sistem pengawasan internal.
Menurut Pemerhati Kebijakan Publik, Rico Ibrahim, temuan BPK ini menjadi bukti bahwa ada persoalan serius dalam tata kelola proyek infrastruktur di Tasikmalaya. “Setiap tahun selalu ada temuan di Dinas PUTR. Ini bukan lagi kelalaian teknis, tapi indikasi lemahnya pengawasan dan budaya tutup mata terhadap penyimpangan anggaran,” tegasnya, Kamis (16/10/2025).
Rico menambahkan, proyek fisik yang bermasalah bukan hanya soal uang negara, tetapi juga menyangkut keselamatan publik. “Kalau volume dikurangi dan spesifikasi diubah, yang rugi bukan cuma kas daerah tapi juga masyarakat yang memakai jalan itu. Jalan cepat rusak, drainase tidak berfungsi, tapi kontraktor tetap dibayar penuh. Ini praktik yang harus dihentikan,” ujarnya.
Ia mendesak Wali Kota untuk tidak sekadar menagih pengembalian uang, tetapi juga menindak pejabat dan kontraktor yang terlibat. “Tanpa langkah tegas, laporan BPK hanya jadi formalitas tahunan. Padahal di lapangan, uang rakyat terus bocor dan kepercayaan publik semakin runtuh,” kata Rico.
BPK menegaskan, apabila temuan ini tidak ditindaklanjuti dalam batas waktu 60 hari, maka kasus ini dapat berlanjut ke pemeriksaan lanjutan dan berpotensi menjerat pihak-pihak yang bertanggung jawab. (yna)