TASIKMALAYA | Priangan.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Tasikmalaya kembali diterpa isu tak sedap. Sejumlah pejabat Pemerintah Kota diduga tidak hanya mengawasi jalannya program, melainkan ikut terlibat langsung dalam pengelolaan dapur penyedia makanan.
Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan, ada pejabat Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya yang bahkan menghubungi sejumlah kepala sekolah swasta untuk mengarahkan mereka masuk ke salah satu dapur tertentu. Dugaan praktik semacam ini mencuat setelah beberapa kepala sekolah memberikan pengakuan.
Tak hanya itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Tasikmalaya juga menuding adanya keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota DPRD dalam bisnis dapur MBG. Dalam aksi unjuk rasa, massa PMII bahkan menyebut langsung dua nama pejabat: Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial, Maswati, serta Sekretaris Dinas Pendidikan, Nanang Suhara.
“Kami tahu mereka punya dapur-dapur MBG. ASN seharusnya mengawasi program ini, bukan malah jadi pelaku usaha. Pejabat jangan sampai menjadikan MBG ladang mencari keuntungan,” teriak salah satu orator dalam aksi tersebut.
PMII Kota Tasikmalaya menegaskan akan terus mengawal kasus ini. Mereka mendesak aparat penegak hukum mengusut keterlibatan pejabat maupun pihak-pihak yang memanfaatkan MBG sebagai ajang bisnis.
“MBG itu program rakyat, bukan untuk segelintir elit,” seru massa aksi.
Saat dimintai konfirmasi, Maswati membantah memiliki dapur MBG. Namun, ia tidak menampik bahwa suaminya menyewakan gedung olahraga (GOR) untuk dijadikan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Saya pribadi tidak punya dapur MBG. Yang ada, suami saya menyewakan GOR milik dia. Itu bukan atas nama saya,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Sekretaris Disdik Kota Tasikmalaya, Nanang Suhara. Ia mengaku memang pernah membantu mencarikan tempat bagi sebuah yayasan untuk menyewa gedung sebagai dapur MBG tahun lalu.
“Saya tidak punya dapur MBG. Memang betul tahun lalu ada yayasan datang meminta bantuan mencarikan tempat sewa. Saya bantu sebatas itu, tidak ada kepemilikan,” ucapnya.
Nanang menegaskan, dirinya hanya sebatas menyewakan lokasi, bukan sebagai pengelola atau mitra MBG.
Pemerhati kebijakan publik, Rico Ibrahim, menilai kasus ini mencerminkan konflik kepentingan yang serius dalam tata kelola program MBG.
“Pejabat publik itu tugasnya membuat kebijakan dan mengawasi. Begitu mereka ikut menyewakan, menyediakan, apalagi mengarahkan sekolah ke dapur tertentu, maka ada benturan kepentingan. Itu jelas melanggar etika birokrasi,” tegas Rico.
Menurutnya, transparansi dalam distribusi dapur MBG mutlak diperlukan. Jika pejabat atau ASN ikut terlibat, publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap program yang seharusnya berpihak kepada kesejahteraan masyarakat kecil.
“Kalau benar ada keterlibatan ASN dan DPRD, ini bukan sekadar persoalan moral, tapi bisa berimplikasi hukum. Wali Kota harus segera mengambil sikap tegas, agar program ini tidak dicap sebagai proyek bancakan,” tambahnya.
Dengan menguatnya sorotan publik, kini semua mata tertuju pada langkah Pemkot Tasikmalaya. Apakah berani menindak tegas para pejabat yang diduga menyalahgunakan kewenangan, atau justru membiarkan polemik ini menjadi noda permanen dalam pelaksanaan program MBG. (yna)