WEWELSBURG | Priangan.com – Tahun 1935 menjadi saksi lahirnya sebuah proyek rahasia yang unik dan membingungkan, dijalankan oleh organisasi paling kejam dalam sejarah dunia, yaitu Nazi SS. Berbeda dari misi intelijen pada umumnya, para agen yang menyamar sebagai mahasiswa ini bukan memburu dokumen militer atau rencana perang. Mereka justru sibuk menyusuri perpustakaan dan arsip di seluruh Jerman, mengumpulkan segala hal yang berkaitan dengan penyihir.
Proyek ini merupakan gagasan Heinrich Himmler, pemimpin Schutzstaffel (SS) dan tokoh utama di balik Holocaust. Selain terkenal akan kekejamannya, Himmler ternyata memiliki obsesi terhadap hal-hal mistis, mulai dari kota Atlantis, simbol-simbol kuno, hingga keyakinan bahwa para penyihir abad pertengahan sebenarnya adalah peramal Jerman dengan kekuatan spiritual besar yang selama ini ditindas secara tidak adil.
Himmler meyakini bahwa penganiayaan terhadap penyihir merupakan bagian dari konspirasi anti-Jerman yang melibatkan Gereja Katolik dan kaum Yahudi. Ia bahkan mengklaim bahwa jutaan penyihir telah menjadi korban genosida spiritual, meski pandangan ini sama sekali tidak didukung oleh fakta sejarah. Penelitian modern menunjukkan bahwa perburuan penyihir biasanya bersumber dari konflik sosial lokal, dengan jumlah korban jauh lebih sedikit dan tanpa keterlibatan Yahudi.
Obsesi pribadi Himmler turut memperkuat proyek ini. Ia percaya bahwa nenek moyangnya pernah menjadi korban pengadilan penyihir. Ia pun memerintahkan tim khusus untuk menyelidiki silsilah keluarganya, meskipun tak ditemukan bukti yang mendukung klaim tersebut. Reinhard Heydrich, bawahannya, bahkan sempat mencoba menghubungkan nama Himmler dengan seorang wanita yang dihukum mati karena sihir, tetapi hubungan ini fiktif.
Proyek ini diberi nama Sonderauftrag H atau Misi Khusus H, dengan “H” merujuk pada Hexen, yang berarti penyihir. Di bawah pengawasan SS, tim ini mengumpulkan dokumen dan catatan sejarah penyihir dari berbagai perpustakaan, tidak hanya di Jerman, tetapi juga hingga ke India dan Meksiko. Hasilnya adalah koleksi sekitar 140.000 buku dan dokumen, mencakup catatan pengadilan, nama-nama korban, hingga dongeng dan legenda.
Namun, pengumpulan data ini tidaklah objektif. Banyak anggota tim yang dipengaruhi oleh ideologi Nazi, bahkan menaruh perhatian khusus pada metode penyiksaan dalam pengadilan penyihir, yang dikhawatirkan digunakan kembali untuk praktik kekerasan mereka. Proyek ini menjadi cerminan betapa ideologi Nazi bercampur dengan mistisisme dalam upaya membentuk kekuasaan dan identitas baru.
Salah satu gagasan kunci yang mendorong proyek ini adalah keyakinan bahwa kekuatan supranatural para penyihir diwariskan secara genetik. Himmler percaya bahwa meski para penyihir telah dibunuh, gen penyihir mereka masih hidup dalam keturunan modern. Meskipun tak berdasar secara ilmiah, ide ini memperkuat keyakinan Nazi akan keunggulan ras dan potensi regenerasi spiritual Jerman.
Mistisisme ini tidak hanya menjadi bahan studi, tetapi juga meresap ke dalam budaya SS. Himmler memasukkan unsur tarian penyihir dalam beberapa ritual resmi, menjadikan warisan spiritual ini sebagai bagian dari doktrin dan simbolisme Nazi.
Nazi bahkan berupaya mengubah citra penyihir di mata masyarakat. Melalui proyek sastra dan film, mereka ingin menggantikan gambaran penyihir jahat dalam cerita rakyat dengan sosok yang lebih mulia, sebagai korban dan pahlawan spiritual bangsa Jerman.
Ketika Perang Dunia II berakhir dan tentara Soviet menguasai wilayah bekas Nazi, mereka menemukan arsip proyek ini. Alih-alih dokumen strategis militer, yang mereka dapati adalah ribuan catatan penyihir abad pertengahan, suatu penemuan yang menunjukkan betapa jauhnya Nazi tersesat dalam kepercayaan mistis.
Kini, dokumen-dokumen itu masih dapat diakses oleh peneliti, meski nilainya dianggap terbatas karena pendekatan pengumpulan yang bias dan sarat propaganda. Meski begitu, proyek ini tetap menjadi salah satu bab paling aneh dan kontradiktif dalam sejarah Nazi.
Sonderauftrag H bukan sekadar proyek dokumentasi. Ia mencerminkan bagaimana mitos, ideologi, dan kekuasaan dapat berpadu untuk membentuk narasi sejarah yang menyimpang. Di tengah kekejaman perang dan genosida, para pemimpin Nazi justru menghabiskan waktu mendalami dunia penyihir, menciptakan kisah nyata yang lebih aneh dari fiksi. (LSA)