JAWA BARAT | Priangan.com – Bagi masyarakat Sunda, siger menjadi benda yang tak asing lagi. Biasanya, hiasan kepala berbentuk mahkota ini dipakai oleh pengantin wanita yang menggelar upcara pernikahan adat. Siger tak cuma soal pelengkap busana, ia punya makna dan menjadi bagian penting dalam warisan budaya Sunda.
Berbicara soal sejarahnya, Siger sendiri bisa ditelusuri sejak masa kerajaan berkuasa di tanah Pasundan. Awalnya, mahkota ini hanya dikenakan oleh para bangsawan seperti raja dan ratu sebagai penanda kehormatan dan status sosial. Konon, siger ini terinspirasi dari tokoh perempuan legendaris asal Sunda, yaitu Srikandi. Seiring perkembangan zaman, penggunaannya meluas hingga dapat dikenakan oleh siapa saja dalam prosesi pernikahan adat Sunda.
Bentuk siger yang menyerupai segitiga diyakini melambangkan keesaan Tuhan. Mahkota ini biasanya dibuat dari logam dengan berat antara satu hingga dua kilogram. Ornamen yang menghiasinya pun tidak sembarangan, sebab setiap detail memiliki filosofi tersendiri. Di antaranya terdapat kembang tanjung yang mencerminkan kesetiaan, serta kembang goyang yang menjadi simbol harapan akan rezeki dan keberkahan bagi pasangan pengantin.
Susunan bunga pada siger pun memiliki aturan tersendiri. Enam pasang kembang tanjung ditempatkan di bagian belakang, sementara tujuh kembang goyang menghiasi sanggul dengan posisi lima menghadap ke depan dan dua ke belakang. Selain itu, terdapat pula daun sirih yang ditempatkan di dahi sebagai simbol penolak bala, sekaligus doa agar prosesi pernikahan berjalan lancar.
Walau begitu, seiring berkembangnya zaman, desainnya kini lebih bervariasi, ada yang dibuat sederhana agar mudah dipadukan dengan busana pengantin masa kini tanpa kehilangan nilai filosofisnya. Meski demikian, pesan yang terkandung di dalamnya tetap sama, yaitu kebijaksanaan, kesetiaan, dan kehormatan. (wrd)