TASIKMALAYA | Priangan.com – Pekerja tambang emas di Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya, diwajibkan membayar upeti ke Koperasi Tunggal Mandiri. Fakta itu terungkap dalam sidang kasus pertambangan tanpa izin dengan terdakwa Solih Hidayah di Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Selasa, (18/11/2025).
Saksi Ade Kurnia, 19 tahun menyatakan bahwa setiap lubang tambang harus menyerahkan dua ember batu cadas bahan emas kepada koperasi tersebut. Selain itu, pekerja juga wajib memberikan dua ember batu cadas kepada pemilik tambang sebelum dikelola Solih.
Namun, Ade tidak mengetahui kapan aturan itu mulai diberlakukan. Bahkan ia pun tak mengetahui nama pemungut jatah itu. “Setiap kerja harus ada bagian ke koperasi. Saya tidak tahu jelasnya seperti apa,” ujarnya.
Ade mengaku telah bekerja selama 11 bulan sejak awal 2024 hingga September 2025. Ia bertugas sebagai pendorong untuk menaikkan batu dari dalam lubang. Selama bekerja, ia tak pernah mendapatkan upah berupa uang. Bayarannya hanya berupa batu cadas yang akan disaring menjadi emas.
Usai ditumbuk, batu itu digiling untuk dipisahkan antara pasir dengan emas. Batuan itu diekstrak dengan cara dibakar untuk menghasilkan emas batangan. Selama bekerja, Ade mengaku telah dua kali menjual hasil olahannya kepada Uci Martin, warga Pasir Mukti, Cineam, dengan harga sekitar Rp1 juta per gram.
“Emas yang saya jual sebanyak Rp. 450 ribu,” ujarnya
Dalam persidangan, Ade sempat tampak ragu menjelaskan kepemilikan tambang. Ketua Majelis Hakim Maryam Broo menegurnya dengan suara tinggi. “Kenapa kamu takut? Ada yang nyuruh jangan ngomong?” Setelah ditegaskan, Ade menyatakan bahwa lubang tempatnya bekerja bersama 15 buruh lainya merupakan milik Solih Hidayah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa terdakwa kasus tambang emas ilegal ini dengan dakwaan berlapis, yaitu menggunakan kombinasi dua undang-undang utama yang fokus pada izin usaha pertambangan dan perlindungan kawasan hutan.
Pasal yang diterapkan untuk menjerat perbuatan terdakwa yakni pasal 158 undang-undang No 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batubara, karena melakukan kegiatan penambangan tanpa izin resmi. Selanjutnya, Pasal 89 undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. (szm)

















