Senator AS Desak Sanksi Lebih Keras Bagi Rusia, Ragukan Itikad Damai Moskow dalam Dialog dengan Ukraina

KIEV | Priangan.com — Ketegangan diplomatik antara Rusia dan Ukraina kembali menjadi sorotan internasional setelah pembicaraan awal yang digelar di Istanbul pada 16 Mei 2025 dinilai minim hasil oleh sejumlah pihak, termasuk Amerika Serikat.

Meski terdapat kesepakatan terkait pertukaran tawanan, upaya menuju resolusi menyeluruh atas konflik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini masih tampak jauh dari kata final.

Dalam atmosfer yang penuh kehati-hatian, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyuarakan kegelisahannya terkait sikap Moskow menjelang putaran pembicaraan lanjutan yang direncanakan berlangsung pada 2 Juni 2025, juga di Istanbul.

Menurutnya, Moskow belum menunjukkan komitmen yang nyata dalam menyiapkan materi perundingan, termasuk tidak mengirimkan memorandum formal mengenai usulan mereka.

“Negosiasi harus dipersiapkan dengan matang, bukan sekadar simbolis,” tulis Zelensky melalui akun resminya di platform X, Jumat malam.

Ia juga menuduh bahwa langkah-langkah Rusia menjelang pertemuan tersebut terkesan disengaja untuk menggagalkan hasil konkret dari perundingan lanjutan.

Di tengah kebuntuan diplomasi ini, Senator senior Amerika Serikat dari Partai Republik, Lindsey Graham, muncul dengan sikap keras. Dalam kunjungannya ke Kiev, Graham menyatakan tengah menyiapkan rancangan undang-undang baru yang akan memperketat sanksi terhadap Rusia.

RUU ini disebut sebagai bentuk tekanan nyata terhadap Moskow agar menghentikan manuver yang dianggap memperlambat proses perdamaian.

Graham bahkan menyebut perundingan yang dilakukan Rusia sejauh ini tidak lebih dari “pertunjukan politik”, yang ditujukan untuk menciptakan kesan keterlibatan dalam proses damai, namun tanpa niat sungguhan untuk menyelesaikan konflik secara adil.

“Saya tidak melihat ada upaya nyata dari Presiden Putin untuk mempercepat proses damai. Yang ada justru permainan waktu dan propaganda,” ujar Graham saat konferensi pers usai bertemu dengan Presiden Zelensky.

Lihat Juga :  Sektor Jasa Keuangan Tasikmalaya Tumbuh Signifikan, OJK Catat Kenaikan Pembiayaan dan Transaksi

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, turut mengomentari situasi tersebut. Ia mendesak kedua belah pihak untuk menunjukkan kemauan politik dalam mencapai solusi jangka panjang.

Lihat Juga :  Perang Dagang AS-Cina Semakin Buntu, Trump Ingin Berbicara Langsung dengan Xi Jinping

Dalam pernyataannya, Trump menggambarkan para pemimpin Rusia dan Ukraina sebagai “keras kepala”, namun tetap menekankan pentingnya kolaborasi untuk menghentikan konflik yang telah menelan banyak korban.

Sementara itu, pemerintahan Ukraina menegaskan bahwa mereka tetap terbuka terhadap dialog dan upaya diplomasi, namun tidak akan mengikuti proses yang tidak transparan atau tidak mengedepankan keseriusan.

Dengan nada diplomatis tapi tegas, Zelensky menyampaikan bahwa Ukraina tidak menginginkan perundingan hanya sebagai formalitas belaka. Ia berharap komunitas internasional dapat melihat dengan jernih pola pendekatan yang dilakukan Moskow.

Ketegangan menjelang pertemuan berikutnya pun makin terasa. Jika dalam beberapa hari ke depan tidak ada kemajuan berarti dalam komunikasi antara kedua negara, maka ancaman sanksi tambahan dari Washington kemungkinan besar akan menjadi kenyataan—dan itu bisa memperumit situasi lebih lanjut, baik di medan diplomatik maupun ekonomi. (Zia)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos