TASIKMALAYA | Priangan.com – Penolakan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai bermunculan di Kota Tasikmalaya. Sejumlah sekolah memilih keluar dari program setelah maraknya kasus dugaan keracunan makanan di berbagai daerah.
Salah satunya SMP Al Muttaqin Kota Tasikmalaya yang memutuskan tidak ikut program MBG dan memilih memasak sendiri di lingkungan sekolah.
“Makanan buatan dapur sekolah kami sudah berjalan 25 tahun, anak-anak juga lebih suka dan kami bisa memastikan kebersihannya,” ujar salah seorang pengurus sekolah.
Langkah serupa juga diambil TK, SD, dan SMP Islam Al Azhar 33 Kota Tasikmalaya, yang resmi menghentikan kerja sama dengan penyedia MBG.
Keputusan itu diumumkan lewat surat resmi yang ditandatangani Kepala Sekolah Dede Abdul Wahid, atas arahan Ketua Yayasan Islam Al-Mustafa, setelah musyawarah bersama para orang tua siswa.
“Kami sepakat menghentikan sementara program MBG demi keamanan anak-anak,” tertulis dalam surat yang beredar di kalangan wali murid.
Kekhawatiran serupa juga dirasakan para orang tua. Wawan (33), salah satu wali murid SD Islam Al Azhar, menilai pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap program tersebut.
“Kasus keracunan di mana-mana bikin orang tua takut. Kami dukung niat baiknya, tapi jangan sampai anak jadi korban,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya, Asep Goparullah, memastikan pihaknya segera berkoordinasi dengan seluruh koordinator dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Kami akan duduk bersama untuk mengevaluasi pelaksanaan MBG dan mendengarkan masukan dari pihak sekolah,” kata Asep, Rabu (8/10/2025).
Asep mengakui, dari 65 dapur MBG yang sudah beroperasi, belum satu pun memiliki Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS).
“Makanya kami sudah bekerja sama dengan Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) agar para kepala dapur dan ahli gizi mendapatkan sertifikasi resmi,” jelasnya.
Ia menegaskan, pengawasan kini melibatkan banyak pihak—mulai dari Dinas Kesehatan, BPOM, TNI, Polri, camat, hingga lurah—untuk memastikan seluruh proses produksi makanan memenuhi standar keamanan.
“Tujuan program ini baik, tapi keamanan pangan adalah yang utama. Kalau ada sekolah yang ingin mengelola sendiri, kami hormati selama tetap menjamin asupan gizi siswa,” tegasnya. (yna)

















