JAKARTA | Priangan.com – Jakarta adalah salah satu kota terbesar di Indonesia. Jumlah populasinya mencapai belasan juta jiwa. Berbagai hiruk pikuk kehidupan ada di sana, mulai dari aktivitas bisnis berskala internasional hingga kehidupan masyarakat kecil yang berdenyut di gang-gang sempit permukiman padat.
Siapa sangka, jika menilik akar sejarahnya, dulu Jakarta ternyata hanyalah sebuah pelabuhan kecil di muara Sungai Ciliwung yang menjadi tempat singgah para pedagang dari berbagai penjuru dunia.
Kawasan yang dahulu dikenal dengan nama Sunda Kalapa ini konon merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Letaknya yang strategis di tepi utara Pulau Jawa menjadikannya sebagai titik temu penting dalam jalur perdagangan maritim. Berbagai kapal dari Asia hingga Eropa kerap merapat, membawa barang dagangan sekaligus budaya yang perlahan membentuk karakter kota.
Perubahan besar terjadi pada 22 Juni 1527, saat pasukan dari Kesultanan Demak di bawah pimpinan Pangeran Fatahillah berhasil merebut pelabuhan ini dari tangan Portugis. Sebagai penanda kemenangan, nama Kalapa pun diubah menjadi Jayakarta, yang berarti kemenangan yang sempurna. Tanggal tersebut kini diperingati sebagai hari jadi Jakarta.
Memasuki abad ke-17, wilayah ini mulai berada di bawah kendali VOC, kongsi dagang Belanda. Nama Jayakarta pun lantas diubah menjadi Batavia. Dulu, selama VOC berkuasa, kota ini dijadikan pusat pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Sistem kanal mulai dibangun mengikuti gaya tata kota di Belanda, terutama untuk mengatasi masalah banjir. Seiring waktu, pusat pemerintahan kolonial akhirnya dipindahkan ke daerah yang lebih tinggi, yang kini dikenal sebagai kawasan Gambir dan sekitarnya.
Di awal abad ke-20, Batavia berkembang menjadi tempat tumbuhnya kesadaran nasional. Salah satu peristiwa penting yang terjadi di kota ini adalah Kongres Pemuda Kedua pada tahun 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Momen ini pun menjadi salah satu fondasi penting bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Cikal bakal nama Jakarta mulai dikenal pada masa pendudukan Jepang. Saat itu, pemerintah militer Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta Tokubetsu Shi, yang berarti Kota Khusus Jakarta. Baru setelah Indonesia merdeka, unsur asing dalam penamaan tersebut dihilangkan dan hanya menyisakan nama Jakarta, nama yang terus digunakan hingga sekarang.
Meski peran Jakarta sebagai ibu kota telah berlangsung sejak awal kemerdekaan, status ibu kota baru ditetapkan secara resmi lewat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964. Aturan tersebut menyatakan bahwa Jakarta tetap menjadi ibu kota Republik Indonesia dengan nama Jakarta, dan ketentuannya berlaku surut sejak 22 Juni 1964. Dengan demikian, status ibu kota yang sebelumnya hanya bersifat praktis, akhirnya diperkuat melalui dasar hukum formal. (wrd)