Sejarah Hari Jadi Kota Tasikmalaya Dipertanyakan, Akademisi: Minim Nilai Historis dan Identitas Kultural

TASIKMALAYA | Priangan.com – Di tengah peringatan Hari Jadi Kota Tasikmalaya yang jatuh setiap 17 Oktober, muncul suara kritis dari kalangan akademisi dan pegiat sejarah. Mereka menilai tanggal tersebut tidak memiliki dasar historis yang kuat untuk dijadikan tonggak kelahiran kota santri ini.

Lembaga kajian sejarah dan kebudayaan Soekapoera Institute menyebut penetapan tanggal dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2003 hanya bersandar pada keputusan administratif, bukan hasil kajian sejarah yang komprehensif. Akibatnya, momentum peringatan hari jadi selama ini dinilai “kering makna” dan tidak merepresentasikan identitas asli masyarakat Tasikmalaya.

“Penetapan 17 Oktober sebagai Hari Jadi tidak punya pijakan historis yang utuh. Ia kehilangan konteks kultural dan normatif sebagai sumber kebanggaan kolektif,” tegas perwakilan Soekapoera Institute dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Kota Tasikmalaya, Kamis (16/10/2025).

Kritik tersebut langsung menggugah perhatian Asep Endang M. Syam, SH., MH., anggota DPRD yang turut hadir dalam audiensi itu. Ia mengakui, masukan tersebut membuka ruang refleksi penting tentang krisis identitas yang tengah melanda Kota Tasikmalaya.

“Kita harus jujur, Tasikmalaya ini sedang miskin nilai. Banyak arah pembangunan yang kehilangan ruh dan makna, terutama di sektor pariwisata yang seharusnya bertumpu pada kekuatan sejarah dan budaya,” ujar Asep Endang.

Politisi yang dikenal vokal itu tak menampik bahwa dasar historis dalam Perda Nomor 9 Tahun 2003 memang belum jelas. Ia menyebut, tidak ditemukan naskah akademik atau jejak dokumentasi sejarah yang menjadi landasan kuat dalam menetapkan 17 Oktober sebagai hari jadi kota.

“Kalau kita runut isi Perdanya, memang tidak ada penjelasan rinci apa yang menjadi dasar historisnya. Padahal, seharusnya ada naskah akademik yang menjelaskan alasan penetapan itu secara ilmiah,” ungkapnya.

Lihat Juga :  DPRD Kota Tasikmalaya Berduka, H. Mamat Rahmat Tutup Usia

Meski demikian, Asep Endang tidak serta-merta menyalahkan para pendahulu. Ia yakin keputusan saat itu memiliki pertimbangan rasional dari aspek yuridis dan sosiologis. Namun, ia menilai perlu ada pengayaan nilai historis baru agar Hari Jadi Kota Tasikmalaya memiliki makna yang lebih dalam.

Lihat Juga :  Seluruh Fraksi di DPRD Kota Tasik Sepakati Penerbitan Perda Pesantren

Ia pun berkomitmen untuk mendorong kajian lanjutan, termasuk kemungkinan merevisi Perda Nomor 9 Tahun 2003 jika hasil penelitian sejarah membuktikan perlunya penetapan tanggal baru.

“Kami akan fasilitasi pertemuan lanjutan dengan para sejarawan dan budayawan. Tujuannya bukan sekadar mengganti tanggal, tapi menelusuri jati diri Tasikmalaya yang sesungguhnya,” kata Asep.

Lebih jauh, Asep mengaitkan perdebatan soal hari jadi ini dengan upaya pemerintah kota membangun city branding yang kuat. Ia menilai, fondasi branding sebuah kota seharusnya bersumber dari narasi sejarah dan nilai budaya yang otentik.

“Kajian seperti yang dilakukan Soekapoera Institute ini penting. Ia bisa menjadi khazanah untuk memperkuat city branding Tasikmalaya agar tidak hanya dikenal lewat slogan, tapi juga lewat akar sejarah yang sahih,” pungkasnya. (yna)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos