SELANDIA BARU | Priangan.com – Senin, 29 Oktober 1894, menjadi hari yang tidak pernah dilupakan dalam sejarah pelayaran Selandia Baru. Kala ktu, Kapal uap SS Wairarapa yang sedang berlayar dari Sydney menuju Auckland menabrak tebing di Miners Head, ujung utara Pulau Great Barrier, dan tenggelam pada tengah malam. Kapal milik Union Steam Ship Company itu membawa ratusan penumpang dan awak yang sebagian besar hendak tiba di Auckland keesokan paginya. Namun, pelayaran rutin tersebut berakhir menjadi tragedi besar yang menewaskan lebih dari seratus orang.
Menurut catatan sejarah, SS Wairarapa berangkat dari Sydney beberapa hari sebelumnya dalam kondisi cuaca yang cukup baik. Kapal dikomandoi oleh Kapten John S. McIntosh, seorang pelaut berpengalaman. Dalam perjalanan, cuaca mulai memburuk, kabut tebal menutupi pandangan, dan laut menjadi gelap. Meski demikian, kapal tetap melaju dengan kecepatan tinggi. Sekitar tengah malam, kapal tiba-tiba menabrak karang di Miners Head. Suara hantaman keras terdengar hingga ke dek atas, membuat penumpang berhamburan mencari jalan keluar.
Kondisi kapal yang rusak parah menyebabkan air dengan cepat masuk ke dalam ruang mesin dan kabin. Dalam suasana panik, awak berupaya menurunkan sekoci penyelamat, namun ombak besar dan angin kuat membuat banyak sekoci terbalik. Sebagian penumpang berusaha berenang menuju pantai, sementara yang lain tetap terjebak di dalam kapal yang perlahan tenggelam. Hanya segelintir orang yang berhasil selamat setelah berjuang melawan ombak sepanjang malam.
Beberapa hari kemudian, kapal Argyle dan sejumlah warga Pulau Great Barrier datang membantu proses penyelamatan dan pengumpulan jenazah. Mereka menemukan puluhan mayat terdampar di pantai dan di antara batu-batu karang. Korban yang berhasil ditemukan kemudian dimakamkan di pemakaman darurat di pulau tersebut. Tragedi ini menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat Selandia Baru dan keluarga korban di Australia.
Penyelidikan resmi digelar tak lama setelah kejadian. Hasilnya menunjukkan bahwa kecelakaan disebabkan oleh kesalahan navigasi dan keputusan kapten yang tetap mempertahankan kecepatan tinggi meski jarak pandang terbatas. Kabut tebal dan kondisi laut yang buruk memperburuk situasi. Kapten McIntosh turut menjadi korban dalam kecelakaan itu, sehingga tanggung jawab penuh jatuh pada keputusan navigasi yang diambil selama pelayaran.
Tragedi SS Wairarapa menjadi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah maritim Selandia Baru. Dari peristiwa ini, otoritas pelayaran mulai meninjau kembali aturan keselamatan dan sistem navigasi di kawasan perairan Pasifik Selatan. Hingga kini, lokasi karamnya kapal di sekitar Great Barrier Island dijadikan situs bersejarah. Di sana berdiri tugu peringatan sederhana sebagai pengingat atas nyawa-nyawa yang hilang di laut pada malam yang berkabut itu. (wrd)

















