JAKARTA | Priangan.com – Hansip adalah satuan yang keberadaannya begitu dekat dengan masyarakat. Mereka biasasnya diambil dari kalangan warga setempat dan difungsikan untuk menjaga keamanan lingkungan lewat kegiatan ronda malam atau membantu pengamanan ketika ada hajatan.
Sejatah berdirinya hansip sendiri sebetulnya bisa ditelusuri pada masa-masa sulit di masa perang dunia II. Tepatnya pada tahun 1939, ketika Belanda masih menancapkan taring penjajahannya negeri ini, pemerintah kolonial membentuk organisasi Lucht Bescherming Deints (LBD). Satuan inilah yang menjadi cikal bakal hansip saat ini.
Dulu, LBD difungsikan sebagai satuan untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat sipil dati serangan udara Jepang. Selain itu, para anggota LBD juga mempunyai fungsi mengurusi urusan sipil seperti pemadam kebakaran, memberikan pertolongan pertama, hingga membantu proses pengungsian atau evakusi warga ketika terjadi bencana.
Satuan tersebut terus berkembang hingga Jepang menduduki tanah air. Barulah pada tahun 1943, Jepang kemudian mengembangkan LBD menjadi satuan Pertahanan Sipil (Hansip). Satuan yang satu ini, cakupan tugasnya diperluas, mulai dari menjaga keamanan, membantu distribusi logistik, memberikan perlindungan terhadap masyarakat, hingga menggalang dana rakyat.\
Selama periode pendudukan Jepang hingga memasuki masa pasca proklamasi, satuan ini terus dipertahankan. Bahkan, pada tangga, 19 April 1962, pemerintah memperkuatnya melalui Keputusan Wakil Menteri Pertama Urusan Perahanan /Keamanan. Tanggal itu juga yang kemudian diperingati sebagai Hari Hansip Nasional. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengakuan resmi sekaligus apresiasi atas eksistensi mereka selama masa-masa perjuangan.
Selain itu, pada tahun 1972, pemerintah Republik Indonesia lebih mempertegas peran hansip sebagai pelindung masyarakat yang kemudian dikenal dengan istilah Linmas. Pada tahun yang sama, urusan pembinaannya pun dialihkan dari Kementerian Perahanan ke Kementerian dalam negeri.
Lalu pada tahun 1982, lewat Undang-Undang Nomor 20 pemerintah menempatkan Linmas sebagai bagian dari sistem pertahanan negara mesti tidak dibekali pelatihan dasar militer. Tepat pada tahun 2002, mereka kembali berubah nama dari Linmas menjadi Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas). Meski begitu, tugasnya masih tetap sama, yakni membantu menjaga keamanan, menanggulangi bencana, menjaga ketertiba, hingga ikut serta dalam kegiatan sosial atau memberikan pengamanan dalam pelaksanaan pemilu.
Sejak 2004, posisi Satlinmas ini kemudian dilimpahkan ke Pemerintah Daerah. Mereka dibina langsung oleh pemda lewat Satuan Polisi Pamong Praja. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 yang menempatkan urusan perlindungan masyarakat sebagai urusan wajib pemerintah daerah.
Walau begitu, meski keberadaan hansip cukup penting di kalangan masyarakat, kesejahteraan para anggotanya terkadang masih jauh dari kata cukup. Status mereka yang bukan aparatur sipil negara (ASN) atau pun tenaga honorer seringkali membuat urusan kesejahteraan mereka terabaikan. Dana yang mereka terima sebagai honor biasanya hanya bersumber dari anggaran desa atau kelurahan. Jumlahnya pun minim dan tidak tetap.
Meski begitu, pengabdian para anggota Satlinmas tak pernah surut. Di berbagai pelosok, mereka masih tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga ketertiban dan kemanan masyarakat. Mereka juga seringkali terlihan dalam acara-acara hajatan untuk mendukung dan memberikan perlindungan terhadap kelancaran acara. (wrd)

















