BERLIN | Priangan.com – Pada 13 Agustus 1961, sebuah babak penting dalam sejarah modern dimulai ketika pemerintah Komunis Republik Demokratik Jerman (GDR) mulai membangun Tembok Berlin.
Tembok ini, yang disebut sebagai “Antifascistischer Schutzwall” atau “benteng anti-fasis,” dirancang untuk mencegah pembelotan massal dari Berlin Timur ke Berlin Barat dan untuk melindungi negara sosialis dari pengaruh Barat yang dianggap fasis.
Namun, lebih dari sekadar sekat fisik, Tembok Berlin menjadi simbol utama Perang Dingin dan ketegangan antara blok Timur dan Barat.
Setelah Perang Dunia II berakhir pada tahun 1945, Jerman dibagi menjadi empat zona pendudukan oleh Sekutu. Berlin, meskipun terletak di dalam wilayah Soviet, juga dibagi menjadi sektor-sektor: Soviet menguasai bagian timur, sedangkan Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis menguasai bagian barat.
Dalam beberapa tahun berikutnya, ketegangan pun kian meningkat, terutama karena keberadaan Berlin Barat yang kapitalis berada di jantung wilayah komunis.
Pada tahun 1948, blokade Soviet terhadap Berlin Barat bertujuan untuk memaksa Sekutu Barat keluar dari kota. Namun, reaksi Sekutu berupa Berlin Airlift yang berhasil mengirimkan pasokan penting ke kota tersebut, memaksa Soviet untuk mencabut blokade pada tahun 1949. Situasi ini hanya menggarisbawahi ketegangan yang terus meningkat di wilayah tersebut.
Pada tahun 1958, ketegangan semakin memuncak, diperburuk oleh peluncuran satelit Sputnik dan pengalihan arus pengungsi dari Timur ke Barat. Antara tahun 1961 dan 1962, puluhan ribu orang meninggalkan GDR melalui Berlin, meninggalkan kekurangan tenaga kerja terampil di Timur.
Untuk menghentikan arus ini, pemerintah Jerman Timur mulai membangun Tembok Berlin pada 12 Agustus 1961. Pembangunan tembok ini secara efektif menghentikan pengungsi, tetapi juga menciptakan garis batas yang memisahkan dua bagian kota.
Sebelum Tembok Berlin dibangun, warga Berlin dapat bergerak relatif bebas antara Timur dan Barat. Namun, setelah tembok didirikan, akses ke Berlin Barat hanya diperbolehkan melalui pos-pos pemeriksaan resmi seperti Checkpoint Charlie.
Walaupun tembok berhasil menghentikan pengungsi, ia juga menciptakan kondisi yang mengerikan bagi mereka yang terjebak di kedua sisi.
Sejak didirikannya hingga runtuhnya pada 9 November 1989, Tembok Berlin menjadi simbol ketidakadilan dan pembatasan kebebasan. Setidaknya 171 orang kehilangan nyawa mereka dalam upaya melintasi tembok tersebut.
Meski demikian, lebih dari 5.000 orang berhasil melarikan diri melalui berbagai cara berani dan berisiko.
Runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 terjadi di tengah gelombang revolusi di Eropa Timur. Pada malam tanggal 9 November, seorang juru bicara Partai Komunis Jerman Timur secara keliru mengumumkan bahwa warga GDR dapat melintasi perbatasan kapan saja mereka mau.
Berita ini memicu gelombang kerumunan yang berbondong-bondong ke pos pemeriksaan perbatasan, sementara penjaga perbatasan akhirnya membiarkan mereka lewat.
Kendati begitu, kerumunan ini memanfaatkan kesempatan untuk menghancurkan tembok dengan palu dan beliung, menciptakan suasana perayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kehancuran Tembok Berlin bukan hanya menandai akhir dari era Perang Dingin, tetapi juga menandai dimulainya proses penyatuan Jerman. Pada 3 Oktober 1990, Jerman Timur dan Barat resmi bersatu, menandai berakhirnya era pembagian yang dimulai setelah Perang Dunia II.
Tembok Berlin, kini menjadi simbol kekuatan dan kegigihan manusia, tetap menjadi pengingat mendalam tentang kekuatan perubahan politik dan sosial dalam sejarah modern. (mth)