JAKARTA | Priangan.com – Ada banyak penelitian ekstrem yang pernah dilakukan oleh seorang manusia. Dari sekian banyaknya penelitian itu, kisah hidup Robert E. Cornish menjadi salah satu yang paling menarik perhatian dunia ilmiah pada masanya. Ia dikenal sebagai ilmuwan yang berusaha menantang kematian dengan serangkaian eksperimen untuk menghidupkan kembali makhluk yang telah dinyatakan mati.
Robert E. Cornish lahir pada 21 Desember 1903 di California, Amerika Serikat. Ia dikenal sebagai anak jenius yang lulus dari University of California, Berkeley, pada usia yang masih sangat muda. Ketertarikannya terhadap ilmu biologi dan fisiologi membuat Cornish menaruh perhatian besar pada batas antara hidup dan mati. Pada awal 1930-an, ia mulai melakukan penelitian yang berfokus pada upaya menghidupkan kembali organisme yang sudah tidak bernyawa.
Eksperimen Cornish dimulai dengan serangkaian percobaan terhadap anjing. Ia menggunakan metode yang cukup tidak lazim, yakni sebuah papan jungkat-jungkit atau teeterboard untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam percobaannya, Cornish juga menyuntikkan larutan yang mengandung adrenalin dan heparin untuk menjaga aliran darah tetap lancar serta memberikan oksigen dan darah segar ke tubuh hewan percobaan. Dalam beberapa kasus, anjing-anjing yang ia beri nama Lazarus menunjukkan tanda-tanda kehidupan setelah dinyatakan mati selama beberapa menit.
“Eksperimen ini bertujuan untuk memahami sejauh mana kehidupan bisa dikembalikan,” ujar Cornish dalam sebuah wawancara pada 1934 yang dikutip dari laporan media Amerika saat itu.
Walau sempat dianggap berhasil, hasil penelitian Cornish tidak sepenuhnya stabil. Beberapa anjing yang sempat hidup kembali hanya bertahan beberapa jam atau hari, bahkan sebagian mengalami kerusakan otak dan kehilangan penglihatan. Meskipun demikian, eksperimen tersebut menimbulkan perdebatan luas di kalangan ilmuwan dan masyarakat mengenai batas etika dalam penelitian ilmiah.
Kontroversi semakin besar ketika Cornish menerima surat dari seorang narapidana bernama Thomas McMonigle di penjara San Quentin, California. McMonigle yang dijatuhi hukuman mati menyatakan kesediaannya menjadi subjek percobaan setelah eksekusi dilakukan. Namun, pihak berwenang menolak permintaan tersebut dengan alasan hukum dan moral, sehingga rencana itu tak pernah terwujud.
Setelah perdebatan panjang dan tekanan dari banyak pihak, Cornish akhirnya berhenti melakukan eksperimen reanimasi. Ia meninggal dunia pada 6 Maret 1963 di California. Meski penelitiannya menuai kritik, upaya Cornish dianggap sebagai bagian dari sejarah awal perkembangan ilmu resusitasi dan pemahaman tentang kematian biologis.
Kisah Robert E. Cornish menjadi pengingat bahwa batas antara kehidupan dan kematian selalu menjadi misteri yang mendorong manusia untuk terus mencari jawaban. Apa yang ia lakukan pada masa itu mungkin dianggap aneh dan ekstrem, namun dari situlah muncul kesadaran ilmiah akan pentingnya penelitian tentang kehidupan dan fungsi tubuh manusia setelah kematian. (wrd)

















