Republik Lanfang, Jejak Demokrasi Tionghoa di Tanah Kalimantan

Priangan.com – Di balik lebatnya hutan Kalimantan Barat dan kekayaan tambang emas yang terkandung di perut buminya, pernah berdiri sebuah negara kecil yang hampir terlupakan oleh sejarah. Bukan kerajaan adat atau koloni asing, melainkan sebuah republik yang dipimpin oleh warga keturunan Tionghoa dan menerapkan sistem pemerintahan demokratis, jauh sebelum konsep itu mengakar kuat di Nusantara.

Republik itu bernama Lanfang, sebuah kisah unik yang menjadi bukti bahwa semangat kemandirian dan persatuan bisa tumbuh bahkan di tanah asing yang penuh tantangan.

Republik Lanfang didirikan pada tahun 1777 oleh Lo Fang Pak, seorang tokoh Hakka yang datang dari Tiongkok Daratan bersama rombongan penambang emas. Mereka datang atas undangan Sultan Sambas yang ingin memanfaatkan keahlian para penambang Tionghoa untuk mengelola sumber daya alam di wilayahnya.

Dari kerja sama itu, lahirlah sebuah entitas politik semi-otonom yang unik, yaitu sebuah republik yang memiliki pemerintahan sendiri, lengkap dengan sistem pemilihan pemimpin yang demokratis, meskipun tetap berada di bawah naungan kesultanan.

Republik Lanfang menjadi begitu menarik karena struktur pemerintahan yang mereka bangun. Warga negara memiliki hak suara dan dapat memilih pemimpin di berbagai tingkatan, dari tingkat lokal hingga nasional.

Selama lebih dari satu abad, republik ini dipimpin oleh dua belas pemimpin terpilih yang tidak hanya memimpin secara administratif, tetapi juga membawa kemajuan dalam sektor pertanian, pendidikan, perdagangan, dan pertahanan. Dengan pelatihan militer dan sistem sosial yang tertata, Republik Lanfang mampu menjaga stabilitas wilayahnya di tengah gejolak politik yang melanda Asia Tenggara kala itu.

Kehidupan masyarakatnya pun mencerminkan keharmonisan antarbudaya. Meski mayoritas penduduknya berasal dari etnis Hakka, mereka hidup berdampingan secara damai dengan masyarakat lokal Kalimantan Barat.

Lihat Juga :  Pertukaran Tawanan, Kebijakan Diskriminatif dalam Perang Saudara Amerika

Kolaborasi dalam pertanian, perdagangan, dan industri tambang menjadi fondasi ekonomi yang kuat. Selain memproduksi kebutuhan sendiri, masyarakat Republik Lanfang juga berkontribusi terhadap perekonomian regional, memperkuat hubungan sosial dan budaya di antara berbagai kelompok etnis yang hidup berdampingan.

Lihat Juga :  Mengenang Lima Upaya Pembunuhan terhadap Hitler

Namun, kejayaan Republik Lanfang tak berlangsung selamanya. Ketika kekuasaan kolonial Belanda mulai memperluas wilayahnya ke pedalaman Kalimantan, konflik pun tak terhindarkan.

Pada tahun 1884, setelah serangkaian kampanye militer, Republik Lanfang berhasil ditaklukkan oleh tentara Hindia Belanda. Perlawanan gigih masyarakat Mandor tidak mampu membendung kekuatan kolonial yang lebih unggul dalam persenjataan.

Banyak penduduk kemudian mengungsi ke Sumatra dan Singapura, meninggalkan tanah yang pernah mereka bangun dengan kerja keras dan harapan.

Meskipun secara resmi wilayah ini baru dicaplok oleh Belanda pada tahun 1912 atau setelah runtuhnya Dinasti Qing di Tiongkok, kejatuhan Republik Lanfang menjadi simbol lenyapnya kedaulatan komunitas migran yang sempat membentuk tatanan sendiri.

Namun, jejak sejarahnya tidak hilang begitu saja. Cerita tentang republik kecil ini tetap hidup dalam ingatan sejarah sebagai pengingat bahwa di antara gelombang kolonialisme dan pertarungan kekuasaan, pernah ada sebuah republik yang lahir dari semangat persatuan, kerja sama, dan keberanian untuk membangun kehidupan baru di tanah seberang. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos