GARUT | Priangan.com – Rencana reaktivasi jalur kereta api Garut–Cikajang oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) menuai beragam reaksi dari masyarakat. Bagi warga yang tinggal di bantaran rel, proyek ini tentu menimbulkan kekhawatiran karena berpotensi menggusur tempat tinggal mereka. Sementara di sisi lain, masyarakat yang melihat potensi sosial dan ekonomi dari proyek ini berharap reaktivasi bisa segera terwujud.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut, Nurdin Yana, menegaskan bahwa proyek ini harus mempertimbangkan nasib warga yang terdampak. Ia menekankan pentingnya adanya dana kerohiman atau ganti rugi, seperti yang diterapkan saat reaktivasi jalur Garut–Cibatu beberapa waktu lalu.
“Warga yang terdampak tentu harus mendapatkan perhatian. Pada reaktivasi sebelumnya, warga mendapat dana kerohiman sebesar Rp250 ribu per meter. Hal itu bisa menjadi acuan,” ujar Nurdin, Senin (21/4/2025).
Nurdin juga menyebutkan bahwa secara teknis, Pemkab Garut tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan reaktivasi. Pemerintah daerah hanya berperan dalam mendukung sosialisasi dan komunikasi antara PT KAI dan masyarakat.
“Kami tidak terlibat langsung di lapangan. Yang bergerak itu tim dari PT KAI. Pemda hanya membantu dari sisi komunikasi dan dukungan sosial,” jelasnya.
Ia menilai, apabila reaktivasi jalur Garut–Cikajang ini berhasil direalisasikan, akan berdampak positif bagi distribusi produk-produk lokal Garut ke wilayah lain, sekaligus mengurangi beban kemacetan lalu lintas di daerah tersebut.
“Kalau ini berjalan, bisa mengurangi kemacetan dan meningkatkan distribusi produk lokal. Artinya, ada keberpihakan terhadap masyarakat,” katanya.
Namun demikian, Sekda mengakui belum mengetahui secara pasti jumlah warga yang tinggal di sepanjang rel yang akan direaktivasi. (Az)