TASIKMALAYA | Priangan.com — Ratusan kepala desa, BPD, dan perangkat desa se-Kabupaten Tasikmalaya berencana menggeruduk Istana Negara untuk menyampaikan tuntutan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
Aksi yang akan dilaksanakan pada Senin (8/12/2025) depan ini disebut sebagai bentuk “solidaritas nasional” atas regulasi pemerintah pusat yang dinilai merugikan desa.
Kepala Desa Padawaras, Yayan Siswandi, membenarkan rencana aksi tersebut. Ia menyebut seluruh desa di Kabupaten Tasikmalaya bersiap mengirim perwakilan dengan minimal satu kendaraan menuju Jakarta.
“Senin kita turun ke Jakarta. Bukan hanya kepala desa, tapi BPD dan perangkat desa juga ikut. Ini gerakan bersama,” kata Yayan, Kamis (4/12/2025).
Menurut Yayan, aksi ini bukan gerakan lokal, tetapi bagian dari konsolidasi nasional para kepala desa di seluruh Indonesia. Mereka ingin menyuarakan penolakan terhadap sejumlah aturan Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa yang dianggap menggerus kewenangan desa dan merugikan pengelolaan anggaran.
“Kami hanya ingin mengetuk hati Pak Presiden. Ada kebijakan yang benar-benar memukul desa dan harus diperbaiki,” ujarnya.
Yayan menjelaskan, ada tiga tuntutan utama yang akan dibawa dalam aksi damai tersebut. Pertama, mendesak Presiden mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 yang mengubah PMK Nomor 108 Tahun 2024. Aturan itu disebut membuat dana desa tahap II tidak cair, sehingga banyak desa di seluruh Indonesia terganggu operasionalnya.
“Tahap II non-earmark tidak cair. Itu merugikan desa. Kami minta aturan itu dicabut,” tegas Yayan.
Kedua, para kepala desa menolak PMK Nomor 49 Tahun 2025 terkait pinjaman Koperasi Merah Putih yang menjadikan dana desa sebagai jaminan pemotongan otomatis. Mereka menilai kebijakan itu berbahaya dan berpotensi menjerat desa dalam skema utang yang tidak transparan.
“Dana desa tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman. Itu rawan sekali. Kami minta Presiden membatalkan aturan itu,” katanya.
Tuntutan ketiga adalah meminta pemerintah menghentikan penerbitan regulasi yang mencabut kewenangan desa dalam pengelolaan anggaran melalui mekanisme musyawarah desa. Menurut Yayan, keputusan-keputusan terkait dana desa harus tetap berada di tangan pemerintah desa dan masyarakatnya.
“Kewenangan desa jangan dipangkas. Jangan ada aturan baru yang memotong hak musyawarah desa,” ujar Yayan.
Ia menegaskan bahwa seluruh tuntutan tersebut akan disampaikan langsung di depan Istana Negara dan kawasan Monas sebagai simbol desakan kepada pemerintah pusat.
“Kami ingin suara desa didengar. Itu inti dari aksi ini,” pungkasnya. (yna)

















