Rahasia di Orbit: Proyek Satelit Pengintai Pertama Amerika

LOS ANGELES | Priangan.com – Langit malam yang tenang menyimpan rahasia yang tak terhitung jumlahnya. Di balik kerlip bintang yang tampak damai, terselip jaringan rumit satelit yang bekerja tanpa henti, memantau setiap inci permukaan bumi.

Tak ada gerakan yang terlalu kecil, tak ada wilayah yang terlalu jauh. Mata-mata digital ini berputar mengelilingi planet dengan presisi tinggi, merekam segala sesuatu mulai dari pergerakan kendaraan di padang pasir hingga pembangunan fasilitas rahasia di wilayah tertutup.

Teknologi pengawasan canggih seperti itu tidak muncul dalam semalam. Ia lahir dari dorongan mendesak, kegagalan yang menyakitkan, dan ambisi besar dalam menghadapi ancaman global. Di masa ketika ketegangan internasional berada pada puncaknya dan informasi adalah senjata paling berharga, manusia mulai menoleh ke luar angkasa. Bukan hanya untuk menjelajah, tetapi untuk mengintai. Dari sinilah kisah luar biasa pengintaian satelit bermula, dengan proyek rahasia bernama ‘Corona’ sebagai pelopornya.

Pada dekade 1950-an, pengawasan udara dilakukan dengan menggunakan pesawat pengintai khusus yang mampu menjelajah hingga ketinggian lebih dari 60.000 kaki atau dua kali lipat dari ketinggian jelajah pesawat komersial saat ini. Salah satu andalan Amerika Serikat kala itu adalah pesawat U-2, yang mampu terbang cukup tinggi untuk menghindari sebagian besar jet tempur lawan.

Namun keunggulan ini tak bertahan lama. Uni Soviet, dengan teknologi radar canggihnya, mampu mendeteksi bahkan pesawat yang terbang setinggi 65.000 kaki. Ketika Amerika menyadari bahwa metode lama tak lagi aman, mereka pun memutar otak untuk mencari solusi baru, mereka butuh sesuatu yang lebih pintar, lebih tersembunyi, dan lebih andal.

Jawabannya datang dari luar angkasa. Pada Oktober 1957, Uni Soviet meluncurkan Sputnik, satelit buatan manusia pertama yang mengorbit bumi. Kejadian ini mengejutkan dunia, termasuk Amerika Serikat. Hanya delapan minggu kemudian, para insinyur dari Angkatan Udara AS, ARPA (yang kini dikenal sebagai DARPA), dan CIA mengadakan pertemuan penting yang menjadi titik awal dari sebuah program pengintaian satelit paling ambisius, yaitu proyek Corona. Untuk menyamarkan misi sebenarnya, program ini diberi nama samaran ‘Discoverer’ dan diklaim sebagai proyek penelitian ilmiah.

Lihat Juga :  Krisis Rudal Kuba: Perang Dingin yang Hampir Picu Perang Nuklir

Teknologi yang digunakan dalam program Corona sungguh luar biasa untuk zamannya. Setiap satelit membawa kamera raksasa yang menggunakan film analog 70 milimeter buatan Eastman Kodak. Kamera tersebut dirancang oleh kontraktor pertahanan Itek dan memiliki panjang hingga lima kaki, dengan lensa telefoto sepanjang 12 inci dan diameter 7 inci.

Pada masa awal, satu satelit hanya membawa satu kamera dengan panjang film sekitar 1,5 mil. Namun seiring kemajuan teknologi, generasi berikutnya membawa dua kamera, bahkan tiga, dengan jumlah film mencapai hampir 3 mil per kamera.

Dua kamera yang dipasang dalam konfigurasi miring sebesar 30 derajat memungkinkan pengambilan gambar stereoskopik, sehingga menghasilkan citra tiga dimensi yang membantu kartografer membaca bentuk dan kontur medan. Di kemudian hari, kamera tambahan mampu menangkap detail di permukaan tanah hingga kedalaman 40 kaki. Ketajaman gambarnya pun meningkat drastis. Jika di awal hanya mampu mengenali objek sebesar 5 kaki, generasi lanjutannya mampu melihat objek sekecil 3 kaki, sangat mendekati kemampuan satelit pengintai modern.

Lihat Juga :  Kaki Palsu dan Keberanian: Mata-mata Perempuan yang Ditakuti Nazi

Untuk mendapatkan resolusi tersebut, satelit Corona ditempatkan pada orbit rendah, sekitar 100 mil dari permukaan bumi, bahkan ada yang mengorbit serendah 75 mil. Namun, menjaga stabilitas kamera saat satelit melaju dengan kecepatan 28.000 kilometer per jam jelas bukan pekerjaan mudah. Untuk menguji dan mengkalibrasi kamera, dibangunlah ratusan penanda besar berbentuk salib dari beton di gurun Arizona, masing-masing selebar 60 kaki. Sebanyak 267 salib raksasa tersebar di area seluas 16 mil persegi, dan sebagian besar masih dapat ditemukan hingga kini.

Hal paling unik sekaligus menantang dari program ini adalah metode pengiriman data kembali ke bumi. Sebab belum ada teknologi transmisi digital seperti sekarang, foto-foto harus diambil menggunakan film fisik yang kemudian dikembalikan melalui kapsul khusus yang dijuluki ‘ember film’. Dirancang oleh General Electric, kapsul ini dijatuhkan dari satelit, memasuki atmosfer dengan kecepatan tinggi, lalu membuka parasut pada ketinggian sekitar 60.000 kaki.

Lihat Juga :  Asal Usul Nama Indonesia, Sebuah Perjalanan Panjang Menuju Identitas Nasional

Untuk menjaga kerahasiaannya, kapsul ini tidak dibiarkan jatuh sembarangan, melainkan dipetik dari udara oleh pesawat militer. Jika gagal, kapsul akan mengapung di air, tetapi hanya untuk waktu terbatas. Setelah dua hari, sumbat garam di dalamnya akan larut dan menyebabkan kapsul tenggelam ke dasar laut, mencegah jatuh ke tangan musuh.

Namun, sistem ini tidak selalu sempurna. Suatu ketika, sebuah kapsul jatuh di pedalaman Venezuela, jauh dari perkiraan. Petani lokal yang menemukannya membongkar kapsul tersebut dan memanfaatkan bagiannya untuk kebutuhan rumah tangga. Tali parasut digunakan sebagai tali kuda, dan komponen lain menjadi mainan anak-anak.

Foto-foto kapsul bertuliskan “United States” dan “Secret” kemudian muncul di media lokal, insiden yang cukup memalukan bagi pemerintah AS. Sejak itu, kapsul tidak lagi diberi label rahasia, melainkan dilengkapi pesan dalam delapan bahasa yang menawarkan hadiah bagi siapa pun yang mengembalikannya.

Program Corona berlangsung selama tiga belas tahun, dari 1959 hingga 1972. Dalam periode tersebut, lebih dari 800.000 gambar berhasil dikumpulkan, mencakup wilayah seluas 520 juta mil persegi di berbagai penjuru dunia. Data yang diperoleh sangat berharga, yaitu dari identifikasi kompleks rudal Soviet, armada kapal selam, fasilitas nuklir di Tiongkok, hingga sistem pertahanan udara dan lapangan uji misil strategis di Moskow Utara. Semua informasi ini menjadi landasan penting bagi kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika Serikat selama Perang Dingin.

Program Corona dirahasiakan selama lebih dari dua dekade hingga akhirnya pada tahun 1995, Presiden Bill Clinton memerintahkan pembukaan informasi program ini kepada publik. Kini, program ini dikenang sebagai tonggak penting dalam sejarah intelijen dan teknologi pengamatan yang membuka jalan bagi teknologi satelit pengintai modern seperti yang kita kenal saat ini. Sebuah warisan luar biasa dari masa ketika pengintaian bukan sekadar misi rahasia, tetapi perlombaan untuk memahami dunia dari langit. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos