TASIKMALAYA | Priangan.com – Hari jadi suatu wilayah pada hakikatnya dapat diartikan sebagai hari “terjadinya” atau “terbentuknya” eksistensi suatu wilayah yang menjadi tempat awal suatu masyarakat bermukim dan berkehidupan, baik secara ekonomis, sosial, politik, maupun kultural dan berkeadaban. Hari Jadi Kota Tasikmalaya telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 9 tahun 2003 tentang Hari Jadi Kota Tasikmalaya. Pasal 2 hurup 1 Perda tersebut menyatakan “Hari Jadi ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2001 (Tahun Dua Ribu Satu)”. Sementara alasan penetapan titimangsa tersebut dijelaskan pada pasal 2 hurup 2 yang menyatakan “Penetapan Hari Jadi merupakan suatu momentum berdirinya pemerintahan Kota Tasikmalaya yang otonom yang dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya”.
Historisitas titimangsa hari jadi Kota Tasikmalaya tanggal 17 oktober 2001 sangat meragukan dan memancing banyak pertanyaan kritis yang membutuhkan jawaban rasional berdasarkan telaah historis yang tepat. Pasalnya, jejak historis menunjukan jika kota Tasikmalaya telah lahir dan tumbuh menjadi pusat aktifitas sosial, politik, ekonomi dan budaya sejak lebih dari 100 tahun silam. Artinya identitas Kota Tasikmalaya kini telah terbentuk lama jauh sebelum titimangsa 17 Oktober 2001 sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Perda nomor 9 tahun 2003. Pertanyaan kritis tersebut dapat dirumuskan ke dalam rumusan permasalahan berikut:
1. Apa itu hari jadi Kota Tasikmalaya dan mengapa perlu ditetapkan?
2. Kapan hari jadi Kota Tasikmalaya dan tepatkah tanggal 17 Oktober 2001 yang ditetapkan?
Jawaban atas permasalahan tersebut sangat diperlukan guna memastikan ketepatan hari jadi sebagai dasar pembentuk jadi diri Kota Tasikmalaya. Sehingga diperoleh penjelasan mengenai makna dan urgensi hari jadi Kota Tasikmalaya; memberikan gambaran sejarah dan rekomendasi penetapan hari jadi Kota Tasikmalaya; serta menjelaskan manfaat hari jadi Kota Tasikmalaya bagi masyarakat. Dengan demikian ada kejelasan argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis mengenai perlunya pengaturan hari jadi Kota Tasikmalaya.
Apa itu hari jadi Kota Tasikmalaya dan mengapa perlu ditetapkan?
Hakikat hari jadi suatu wilayah bisa diartikan sebagai hari “terjadinya” atau “terbentuknya” eksistensi suatu wilayah yang menjadi tempat awal suatu masyarakat bermukim dan berkehidupan, baik secara ekonomis, sosial, politik, maupun kultural dan berkeadaban. Secara metaforis konsep “hari jadi” disama-artikan sebagai “hari lahir” atau “hari kelahiran” suatu wilayah dan masyarakatnya. Keberadaan hari jadi memiliki arti penting bagi masyarakat dan pemerintahannya untuk memantapkan jati diri, sebagai landasan yang menjiwai gerak langkah ke masa depan.
Penetapan hari jadi akan melengkapi identitas diri dari wilayah Kota Tasikmalaya. Citra dan kekhasan kewilayahan Kota Tasikmalaya terletak eksistensinya sebagai ibu kota Kerajaan Islam Sunda tradisional bernama Kabupaten Sukapura; penanda modernisasi segala aspek kehidupan masyarakat yang dihasilkan dari interaksi budaya dengan bangsa Eropa dan Asia lainnya sejak masa kolonialisme; penanda kebangkitan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat Sunda di wilayah Priangan Timur; dan kontribusi nyata dalam perintisan dan revolusi kemerdekaan Indonesia.
Penetapan hari jadi sangat penting agar menumbuhkan kesadaran akan harga diri dan kecintaan masyarakat kepada Kota Tasikmalaya. Sehingga, seluruh komponen masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga, melestarikan bahkan memajukan Kota Tasikmalaya. Karena hari jadi sebagai identitas wilayah merupakan pijakan nilai historis yang dapat membangun semangat dan rasa kagum atas jasa perjuangan dan pengorbanan the founding fathers.
Penentuan factum dan datum “hari jadi” atau “hari lahir” seharusnya mengacu pada landasan atas makna signifikansi keunikan sejarahnya.
Artinya, titimangsa hari jadi haruslah menjadi representasi simbolis yang penuh makna; syarat nilai normatif-kultural sebagai sumber identitas atau jati-diri yang menjadi kebanggaan masyarakatnya. Maka pilihan pilihan esensi berdasarkan dimensi objek formal hari jadi dapat ditentukan pada beberapa aspek antara lain:
1) Spasial-teritorial/kesatuan kewilayahan atau lokus pusat tempat tinggal;
2) Kesatuan identitas kelompok masyarakat;
3) Lembaga politik dan/atau administrasi pemerintahannya;
4) Lokus pusat pemerintahan dan kepemimpinannya serta sistem kepemimpinannya;
5) Basis sosial ekonomi.
Penentuan hari jadi sebuah wilayah harus dilakukan melalui penelaahan dan pengkajian berbagai materi dari berbagai sumber informasi dan fakta sejarah. Hari jadi suatu wilayah juga akan menjadi sebuah tonggak, menjadi suatu tetengger simbolik dimulainya sebuah pemerintahan di suatu daerah. Peristiwa bersejarah itu patut diperingati, sebagai refleksi terwujudnya idealisme, harapan-harapan, kesuksesan dan perjuangan tanpa henti guna meningkatkan kesejahteraan seluruh warganya. Maka penentuan titimangsa hari jadi haruslah mengacu kepada kriteria berikut:
1. Dapat dipertanggungjawabkan secara historis.
Artinya momentum yang dipilih sebagai hari jadi Kota Tasikmalaya merupakan peristiwa sejarah yang faktual dalam proses kesejarahannya, bukan fiksi hasil imajinasi fiktif yang tidak dapat diverifikasi keberadaan dan kebenarannya secara historis.
2. Mencerminkan citra dan profil kewilayahan.
Kriteria ini dimaksudkan untuk mendukung citra wilayah bukan hanya pada masa lalu melainkan juga pada masa kini dan masa depan. Sehingga citra dan profil wilayah itu akan langgeng dan bahkan menjadi salah satu faktor penting dalam menciptakan dan mewujudkan identitas kewilayahan.
Citra dan kekhasan kewilayahan Kota Tasikmalaya terletak eksistensinya sebagai ibu kota pemerintahan Islam Sunda tradisional bernama Kabupaten Sukapura; penanda modernisasi segala aspek kehidupan masyarakat yang dihasilkan dari interaksi budaya dengan bangsa Eropa dan Asia lainnya sejak masa kolonialisme; penanda kebangkitan sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat Sunda di wilayah Priangan Timur; dan kontribusi nyata dalam perintisan dan revolusi kemerdekaan Indonesia.
3. Mewakili Semangat Budaya dan Kebangsaan: Ke-Sunda-an dan Ke-Indonesia-an.
Hari jadi Kota Tasikmalaya harus mewakili semangat kebangsaan yang masih hidup dan melekat di tengah masyarakat Kota Tasikmalaya. Masyarakat masih memegang teguh semangat tradisional ke-Sunda-an dan semangat ke-Indonesia-an tanpa menafikan sifatnya yang terbuka dengan aspek-aspek budaya Eropa yang mempengaruhinya di era kolonialisme. Hal ini sangat penting untuk menunjukkan peran dan kedudukan Kota Tasikmalaya yang berkontribusi besar pemajuan kebudayaan Sunda dan perannya dalam kemerdekaan bangsa Indonesia.
4. Menimbulkan motivasi dan kebanggaan masyarakat (local pride).
Kriteria ini penting agar menumbuhkan kesadaran akan harga diri dan penghargaan, sehingga diharapkan akan menumbuhkan kecintaan masyarakat kepada Kota Tasikmalaya untuk menjaga dan melestarikan bahkan memajukannya. Identitas wilayah yang mempunyai nilai historis yang tinggi juga dapat membangun semangat dan rasa kagum atas jasa dan pengorbanan the founding father dalam berbagai aspek kehidupan.
Kapan hari jadi Kota Tasikmalaya dan tepatkah tanggal 17 Oktober 2001 sebagai titimangsa yang ditetapkan?
Pemerintah Kota Tasikmalaya telah menetapkan Hari Jadi melalui Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 9 tahun 2003 tentang Hari Jadi Kota Tasikmalaya. Pasal 2 hurup 1 Perda tersebut menyatakan “Hari Jadi ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2001 (Tahun Dua Ribu Satu)”. Dasar penetapan titimangsa hari jadi tersebut dijelaskan pada pasal 2 hurup 2 yang menyatakan “Penetapan Hari Jadi merupakan suatu momentum berdirinya pemerintahan Kota Tasikmalaya yang otonom yang dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya”.
Peristiwa sejarah yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 2001 adalah acara seremoni peresmian Pemerintah Kota Tasikmalaya oleh Menteri Dalam Negeri Dr. (Hc) Hari Sabarno, S.IP, M.B.A, M.M. atas nama Presiden Republik Indonesia. Dimana perwakilan dari Kota Tasikmalaya diundang bersama bersama-sama dengan perwakilan dari Kota Lhokseumawe, Langsa, Padangsidempuan, Prabumulih, Lubuk Linggau, Pagar Alam, Tanjung Pinang, Cimahi, Batu, Singkawang, dan Kota Bau-Bau.
Dalam seremoni itu Menteri Dalam Negeri menandatangani Batu Prasasti Peresmian Pemerintahan Kota Tasikmalaya tertanggal 17 Oktober 2001. Selang sehari setelah peresmian, Gubernur Jawa Barat, Nana Nuriana melantik Drs. H. Wahyu Suradiharja sebagai Penjabat (PJ) Walikota Tasikmalaya di Gedung Sate pada 18 Oktober 2001. Pelantikan tersebut dihadiri oleh Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Bupati Tasikmalaya, seluruh unsur pimpinan DPRD Kabupaten Tasikmalaya, para pejabat pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya, tokoh masyarakat dan alim ulama.
Tampaknya, Perda No.9/2003 mendasarkan pada peristiwa peresmian sebagai dasar penetapan Hari Jadi. Peristiwa seremonial peresmian di Jakarta itu dianggap sebagai suatu momentum berdirinya pemerintahan Kota Tasikmalaya yang otonom yang dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Sehingga Perda no. 9/2003 dengan tegas menetapkan peristiwa seremonial itu sebagai titimangsa ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Tasikmalaya.
Perda No.9/2003 yang telah menetapkan Hari Jadi Kota Tasikmalaya pada tanggal 17 Oktober 2001, tampak mengabaikan dinamika dan peristiwa historis perjuangan seluruh komponen masyarakat Tasikmalaya yang memperjuangkan peningkatan status Kotip Tasikmalaya menjadi pemerintahan otonom Kota Tasikmalaya.
Dinamika tersebut telah sukses menimbulkan peristiwa politik besar. Puncaknya adalah sidang paripurna DPR-RI yang sepakat untuk menetapkan Undang-Undang nomor 10 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid pada tanggal 21 Juni 2001. Undang-undang tersebut merupakan legalitas utama dan dapat dijadikan “Akta Lahir” terbentuknya pemerintahan otonom Kota Tasikmalaya.
Perda No.9/2003 telah keliru memilih peristiwa historis sebagai dasar rujukan titimangsa hari jadi kota Tasikmalaya. Jika yang dimaksud hari jadi Kota Tasikmalaya itu adalah hari terbentuknya pemerintahan otonom Kota Tasikmalaya, maka sebaiknya ketetapan Perda No.9/2003 dikoreksi dengan merujuk pada titimangsa disahkannya UU No.10/2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya tertanggal 21 Juni 2001.
Karena berbagai peristiwa historis seperti acara seremonial peresmian Kota Tasikmalaya oleh Mendagri di Jakarta tanggal 17 Oktober 2001; Pelantikan Penjabat (PJ) Walikota Tasikmalaya oleh Gubernur Jabar di Bandung pada 18 Oktober 2001; pengangkatan anggota DPRD Kota Tasikmalaya berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat, Nomor 171/Kep.380/Dekon/2002, tanggal 26 April 2002; dan, peresmian pertama DPRD Kota Tasikmalaya pada tanggal 30 April 2002, semua peristiwa tersebut adalah rangkaian peristiwa sebagai konsekuensi dari pelaksanaan amanat UU No. 10/2001 yang menjadi dasar legal, “Akta Kelahiran Pemkot Tasikmalaya”.
Setelah disahkan UU Nomor 10/2001 pada tanggal 21 Juni 2001, pemerintahan Kota Administratip Tasikmalaya meningkat status menjadi pemerintahan otonom Kota Tasikmalaya. Pertanyaannya, apakah titimangsa 21 Juni 2001 itu bisa dijadikan dasar penetapan Hari Jadi Kota Tasikmalaya?. Jika yang dimaksud Hari Jadi Kota itu adalah hari kelahiran pemerintahan otonom Kota Tasikmalaya, titimangsa tersebut lebih tepat ketimbang titimangsa 17 Oktober 2001 sebagaimana diatur dalam Perda nomor 9/2003. Namun, titimangsa 21 Juni 2001 tidak tepat jika tanggal tersebut dianggap sebagai hakikat kelahiran atau cikal-bakal pemerintahan Kota Tasikmalaya. Karena sebelumnya, di Tasikmalaya sudah terdapat model pemerintahan kota yang dikenal dengan Kota Administratip (Kotip) Tasikmalaya dan dipimpin seorang wali kota administratip (walikotatip).
Kota Administratip (Kotip) Tasikmalaya dibentuk melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 1976 yang ditandatangani Presiden Soeharto dan Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, S.H., di Jakarta pada 2 Oktober 1976 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud, pada 3 November 1976. Wilayah Kotif Tasikmalaya berlokasi di Kecamatan Tasikmalaya yang juga merupakan ibu kota dari Kabupaten Tasikmalaya (Sukapura) sejak 1 Desember 1901. Sejak era kolonial, wilayah kota yang berada di Kecamatan Tasikmalaya telah tumbuh menjadi pusat aktivitas ekonomi – terutama sektor perdagangan dan jasa – serta menjadi kawasan yang menunjukkan ciri dan sifat penghidupan perkotaan yang menonjol, bukan saja di Kabupaten Tasikmalaya, tetapi juga di Priangan Timur.
Jika hari jadi kota Tasikmalaya dimaknai sebagai awal kelahiran atau cikal bakal terbentuknya suatu pemerintahan yang secara khusus mengurusi wilayah perkotaan, maka Peraturan Pemerintah Nomor 22/1976 dengan titimangsa 2 Oktober 1976 dapat dianggap sebagai Akte Kelahiran Kota Tasikmalaya. Sementara kehadiran UU Nomor 10/2001 dapat dimaknai sebagai penyempurnaan dan pengembangkan aturan tata pemerintahan kota yang terbit pada tahun 1976. Terlebih, lahirnya UU Nomor 10/2001 itu hanya menegaskan perluasan wilayah Kotip Tasikmalaya dengan ditambahkannya kecamatan Kawalu, Mangkubumi, Cibeureum, dan Indihiang. Selain itu, lahirnya UU Nomor 10/2001 hanya menyempurnakan tata kelola dengan peningkatan status pemerintahan kota administratip menjadi pemerintahan kota yang otonom dan disetarakan dengan pemerintahan kabupaten, ditandai dengan kehadiran DPRD.
Rujukan titimangsa hari jadi Kota Tasikmalaya, baik berdasarkan legalitas lahirnya Kota Administratip Tasikmalaya tanggal 2 Oktober 1976, maupun peningkatan status Tasikmalaya menjadi kota otonom tanggal 21 Juni 2001, keduanya tidak memenuhi kriteria ideal penetapan hari jadi kota Tasikmalaya. Kedua titimangsa tersebut, tidak mencerminkan keunikan historis dan identitas diri dari wilayah Kota Tasikmalaya. Pada tahun 1976, lingkungan fisik fondasi tata kota berserta seluruh kelengkapan sarana dan prasarananya sudah tersedia dan terbangun jauh sebelumnya. Malah bisa dipastikan, pada tahun 1976 pun citra identitas dan kekhasan wilayah kota Tasikmalaya sudah terbentuk. Setidaknya kota Tasikmalaya pada saat itu sudah dikenal sebagai kota resik, kota koperasi, kota industri kerajinan rakyat, kota batik, kota payung, kota kelom geulis, kota pendidikan atau citra identitas lainnya sebagai pusat perdagangan di Priangan Timur.
Hari jadi Kota Tasikmalaya haruslah menjadi tetengger simbolik lahirnya kota, dimana para pemimpin dan segenap rakyatnya mengawali bekerja keras membangun kota. Titimangsanya harus menunjukan keunikan peristiwa historis yang patut diperingati, sebagai refleksi terwujudnya idealisme, harapan-harapan, kesuksesan dan perjuangan tanpa henti guna meningkatkan kesejahteraan seluruh warganya. Maka penentuan hari jadi Kota Tasikmalaya harus memenuhi kriteria ideal, dapat dipertanggungjawabkan secara historis; mencerminkan citra dan profil kewilayahan; mewakili semangat budaya dan kebangsaan: ke-Sunda-an dan ke-Indonesia-an; dan menimbulkan motivasi dan kebanggaan masyarakat (local pride). Maka diperlukan penelusuran sejarah mundur jauh ke belakang bagaimana Kota Tasikmalaya ini lahir dan terbangun.
Berdasarkan sumber sejarah, sebutan Tasikmalaya ditemukan mucul dalam Satistiek van Java 1820 yang menyebutkan Tjitjariang op Tasikmalaija sebagai pemerintahan setingkat kewadanaan (distrik), yang berada di bawah kekuasaan Kabupaten Sumedang. Kemudian di pertengahan abad XIX, distrik Tjitjariang op Tasikmalaija berubah nama menjadi distrik Tassikmalaija yang berkedudukan di Tasikmalaya. Pada saat pemerintah kolonial menerapkan sistem afdeeling pada tahun 1862, Tasikmalaya merupakan ibu kota Afdeeling Galoenggoeng op Zuid Soemedang.
Pada tahun 1870, Afdeeling Galoengoeng op Zuid Soemedang berganti nama menjadi afdeeling Tasikmalaya. Perubahan itu membawa dampak pada peningkatan peran dan fungsi kota sebagai ruang pemusatan aktifitas sosial, politik dan pemerintahan. Sejak saat itu, pembangunan fasilitas layanan perkotaan seperti kantor pemerintahan pribumi dan eropa, pemukiman pejabat Eropa, Mesjid Agung, sekolah menak, alun-alun, pasar, pergudangan, pos polisi dan tangsi militer. Meskipun berbagai sarana dan prasarana kota dibangun masih sangat sederhana.
Kolonial menyiapkan kota Tasikmalaya sebagai kawasan untuk menyokong aktifitas eksploitasi ekonomi. Letak geografis kota ini sangat strategis, sehingga dibangun banyak pergudangan untuk menampung beragam produk perkebunan dari berbagai wilayah. Pada tanggal 1 November 1894, Staats-spoorwegen (S.S.) meresmikan jalur kereta api trans jawa yang menghubungkan Tasikmalaya seluruh kota-kota besar di Pulau Jawa. Jalur ini sangat penting untuk memfasilitasi mobilitas orang dan distribusi hasil perkebunan. Keberadaan stasiun kereta api menjadikan kota Tasikmalaya salah satu kota penting di Pulau Jawa. Memasuki abad ke-20, Tasikmalaya mulai tumbuh menjadi kota yang sibuk dengan beragam aktifitas perekonomian, baik industri, perdagangan maupun jasa.
Pada tahun 1900, Tasikmalaya mulai mencerminkan wilayah perkotaan yang urban dan heterogen. Kota ini telah dihuni oleh berragam suku bangsa, pribumi Sunda, Jawa, Jawa, Jaawa, Tionng Hoa dan Asia lainnya. Penduduk berkebangsaan Eropa berjumlah 994 orang, sementara Tiong Hoa berjumlah 33771 orang.
Jumlah tersebut berkembang pada tahun 1930, dari keseluruhan dari keseluruhan pennduduk Kabupaten Tasikmalaya berjumlah 888866.99773 orang, 658 orang di antaranya berkebangsaan Eropa dan 44.66117 orang Tionng Hoa. Bangsa asing memiliki andil signifikan mewarnai dinamika pembentukan kota Tasikmalaya. Belanda sebagai penguasa pemerintahan memiliki pengaruh paling fundamental dalam pembangunan pembangunan kotakota. DemikianDemikian jugajuga bangsa Tbangsa Tionng Hoa dan Asia lainnya berkontribusi besar dalam pertumbuhan perekonomian. Kemajemukan latar kebangsaan telah menciptakan dialog dan dinamika dalam modernisasi sosial, politik, ekonomi dan budaya di Kota Tasikmalaya.
Pada awal abad XX, pemerintah kolonial melakukan reoganisasi pemerintahan di wilayah Keresidenan Priangan. Afdeeling Tasikmalaya yang semula bagian dari kabupaten Sumedang, berpindah menjadi wilayah kabupaten Sukapura. Berdasarkan Staaaattsbbllad van Nedderrllandschh–IInddiië vvooor hhet JJaaar 1901 NNo. 327, besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 September 1901 Nomor 4, Pemerintah kolonial menetapkan mulai tanggal 1 Desember 1901 afdeeling Tasikmalaya dihapus dan menggabungkannya dengan kabupaten Sukapura. Menyusul aturan di atas, berdasarkan Staaaattsbbllad van NNedderrllandschh–IInddiië vvooor hhet JJaaar 1901 NNo. 431, besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 22 November 1901 Nomor 33, Pemerintah Kolonial menetapkan bahwa terhitung sejak 1 Desember 1901, Kota Tasikmalaya menggantikan Kota Manonjaya sebagai hoofdplaats atau ibukota Kabupaten Sukapura. Peristiwa perpindahan ibu kota ke Tasikmalaya terjadi pada masa Bupati R.A.A. Prawirahadiningrat yang memerintah tahun 1901-1907. Dalam waktu yang singkat itu, beliau merintis fondasi pemerintahan ditandai dengan pembangunan Pendopo dan alun-alun kabupaten.
Sepeninggal R.A.A. Prawiraadiningrat, pemerintahan dilanjutkan oleh R.A.A. Wiratanoeningrat yang memerintah tahun 1908-1937. Beliau berjasa besar dalam meletakan fondasi kemajuan meletakan fondasi kemajuan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan di kota Tasikmalaya. Malah pada tahun 19913, nama kota Tasikmalaya dikukuhkan menjadi nama kabupaten mengggantikan Sukapura. Perubahan nama tersebut, diundnngkan melalui Staaattssbbllad vvan NNedeerllandschh–IInddiië vooor heet JJaaar 191913. NNo. 3556.6. Momen ini diabadikan dalam sebuah moto pemerintahan, Tasikmalaya Sukapura Ngadaun Ngora.
Tanggal 1 Desember 1901 adalah momentum paling penting dalam sejarah Kota
Tanggal 1 Desember 1901 adalah momentum paling penting dalam sejarah Kota Tasikmalaya. Momen tersebut bukan sekadar peristiwa teknis administratif sebuah ibu kota kerajaan Sunda tradisional berpindah. Momen tersebut harus dimaknai sebagai sebuah peristiwa kebudayaan yang sangat besar, yang menandai awal terbentuknya sebuah peradaban di wilayah perkotaan Tasikmalaya.
Secara historis, momen tersebut merupakan titik tolak terbentuknya identitas kolektif dan citra wilayah Kota Tasikmalaya. Fungsi politik Kota Tasikmalaya semakin meningkat dan strategis.
Fungsi politik Kota Tasikmalaya semakin meningkat dan strategis. Kota Tasikmalaya yang tadinya kota kecil setingkat kewadanaan berkembang menjadi ibu kota pemerintahan yang modern dan berpengaruh dalam dinamika sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan di Priangan. Kabupaten Sukapura sebagai lembaga kekuasaan tradisional yang berusia ratusan tahun merupakan magnet kebudayaan yang cukup kuat, mewarnai tumbuh kembangnya Kota Tasikmalaya.
Fakta historis menunjukan, setelah Tasikmalaya dikukuhkan menjadi ibu kota Kabupaten Sukapura, kota ini menjadi sangat strategis sebagai tempat permukiman perkotaan, pusat kebudayaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta sentral kegiatan perekonomian.
Factum dan datum hari lahir Kota Tasikmalaya yang tepat adalah 1 Desember 1901. Titimangsa tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara historis dan mengacu pada landasan makna signifikansi keunikan sejarah Kota Tasikmalaya. 1 Desember 1901 merupakan representasi simbolis yang penuh makna; sarat nilai normatif-kultural sebagai sumber identitas atau jati diri yang menjadi kebanggaan masyarakat Kota Tasikmalaya.
Titimangsa 1 Desember 1901 memenuhi esensi objek formal hari jadi, baik dari segi kesatuan kewilayahan atau lokus pusat tempat tinggal; kesatuan identitas kelompok masyarakat; lembaga politik dan/atau administrasi pemerintahannya; lokus pusat pemerintahan dan kepemimpinan serta sistem kepemimpinannya; maupun basis sosial ekonomi masyarakat Kota Tasikmalaya.
Titimangsa 1 Desember 1901 memenuhi kriteria ideal penetapan Hari Jadi Kota Tasikmalaya. Penetapan hari jadi itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara historis, mencerminkan citra dan profil kewilayahan, mewakili semangat budaya dan kebangsaan — ke-Sundaan dan ke-Indonesiaan — serta menimbulkan motivasi dan kebanggaan masyarakat (local pride). Sejak puluhan tahun silam, orang Kota Tasikmalaya merasa bangga karena Kota Tasikmalaya sudah lama dikenal sebagai;
1. Kota resik dengan lingkungan yang bersih, tertib tertata, asri dan nyaman.
2. Kota pusat perdagangan barang dan jasa di Priangan Timur
3. Kota rintisan pergerakan kemerdekaan bangsa pribumi
4. Kota industri kerajinan rakyat
5. Kota pusat gerakan ekonomi kerakyatan dan kelahiran koperasi nasional
6. Kota benteng pertahanan Republik Indonesia di Jawa Barat pada era Revolusi Fisik
7. Kota kelahiran Divisi Siliwangi
8. Kota perjuangan politik kaum santri
9. Kota rintisan pendidikan Sunda modern
10. Kota kreatif episentrum kemajuan budaya Sunda di Priangan Timur
Kesimpulan
1. Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 9 tahun 2003 tentang Hari Jadi Kota Tasikmalaya yang menetapkan Hari Jadi ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2001 (Tahun Dua Ribu Satu) tidak memiliki pijakan historis yang kuat yang mencerminkan representasi simbolis yang penuh makna; syarat nilai normatif-kultural sebagai sumber identitas atau jati-diri yang menjadi kebanggaan masyarakat kota Tasikmalaya.
2. Ttitimangsa hari jadi 17 Oktober 2001 tidak memenuhi keutuhan esensi objek formal hari jadi, baik dari segi kesatuan kewilayahan atau lokus pusat tempat tinggal; kesatuan identitas kelompok masyarakat; lembaga politik dan/atau administrasi pemerintahannya; lokus pusat pemerintahan dan kepemimpinan serta sistem kepemimpinannya; maupun basis sosial ekonomi masyarakat Kota Tasikmalaya.
3. Peristiwa historis penetapan Kota Tasikmalaya sebagai Ibu Kota Institusi Peristiwa historis penetapan Kota Tasikmalaya sebagai Ibu Kota Institusi KeKekuasaan Tradisional kuasaan Tradisional SundaSunda bercorak Islam bernamabercorak Islam bernama Kabupaten Sukapura pada Kabupaten Sukapura pada tanggal 1 Desember 1901 berdasarkan tanggal 1 Desember 1901 berdasarkan Staaaattsbbllad van NNedderrllandschh–IInddiië vvooor hhet JJaaar 1901 NNo. 327, besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 September 1901 Nomor 4, dan Staaaattsbbllad van NNedderrllandschh–IInddiië vvooor hhet JJaaar 1901 NNo. 431, besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 22 November 1901 Nomor 33, mencerminkan hakikat “hari lahir” dan lebih tepat dijadikan rujukan dasar penetapan Hari Jadi Kota Tasikmalaya.
4. Titimangsa 1 Desember 1901 memenuhi kriteria ideal penetapan Hari Jadi Kota Tasikmalaya, yang dapat dipertanggungjawabkan secara historis; mencerminkan citra dan profil kewilayahan; mewakili semangat budaya dan kebangsaan: ke-Sunda-an dan ke-Indonesia-an; dan menimbulkan motivasi dan kebanggaan masyarakat (local pride). Selain itu, Selain itu, 1 Desember 1901 adalah peristiwa kebudayaan yang sangat besar 1 Desember 1901 adalah peristiwa kebudayaan yang sangat besar yang menandai awal terbentuknyayang menandai awal terbentuknya sebuah peradaban di wilayah perkotaan sebuah peradaban di wilayah perkotaan Tasikmalaya yang menjadi titikTasikmalaya yang menjadi titik–tolak terbentuknya identitas kolektif dan citra tolak terbentuknya identitas kolektif dan citra wilayah kota Tasikmalaya.wilayah kota Tasikmalaya.
–Muhajir Salam–

















