TASIKMALAYA | Priangan.com – Di tengah gelar prestisius sebagai Kota Layak Anak yang disandang secara nasional, Pemerintah Kota Tasikmalaya justru tengah disorot atas dugaan pengabaian terhadap hak seorang anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
Kritik keras datang dari praktisi hukum yang menyebut Pemkot telah mengabaikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Adalah H. Taufiq Rahman, pengacara yang menangani kasus tersebut, yang menyatakan bahwa Pemkot Tasikmalaya tidak menjalankan mandat pengadilan dalam hal pemenuhan hak anak pasca perceraian orang tuanya. Padahal, keputusan itu secara jelas mewajibkan pemerintah daerah turut memastikan hak anak dipenuhi, terutama dalam situasi di mana anak menjadi korban langsung kekerasan.
“Ini ironis. Kota Tasikmalaya berkali-kali menerima penghargaan Kota Layak Anak, bahkan sudah memiliki Peraturan Wali Kota Nomor 46 Tahun 2021 tentang rencana aksi pengembangan kota layak anak. Tapi dalam praktiknya, pemenuhan hak anak justru diabaikan, meskipun sudah ada putusan pengadilan yang jelas,” ujar Taufiq, Jumat (25/7/2025).
Taufiq menjelaskan, perkara ini bermula dari kasus perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan seorang suami terhadap istri dan anak kandungnya. Anak tersebut bahkan mengalami trauma berat akibat kekerasan fisik dan psikologis yang dialaminya.
“Putusan pengadilan sudah menetapkan bagaimana perlindungan dan hak anak harus dipenuhi. Namun hingga saat ini, tidak ada pelaksanaan yang nyata dari pihak Pemkot. Ini bentuk kelalaian dan tindakan sewenang-wenang yang mencoreng citra pemerintahan daerah,” katanya.
Sebagai kuasa hukum, pihaknya akan menempuh langkah hukum lanjutan, mulai dari permohonan eksekusi hingga pelaporan atas dugaan pembangkangan terhadap putusan pengadilan oleh pejabat publik.
“Kami akan ajukan permohonan eksekusi putusan sekaligus mempertimbangkan sanksi administratif bagi pejabat yang lalai. Ini bukan perkara pribadi, tapi menyangkut martabat dan perlindungan hak anak yang dijamin oleh undang-undang,” tegasnya.
Taufiq menyebut, penghargaan sebagai Kota Layak Anak semestinya diikuti dengan tindakan nyata dan komitmen penuh dalam melindungi setiap anak, terutama mereka yang menjadi korban kekerasan. Ia mengingatkan, gelar tersebut tidak boleh berhenti sebagai simbolis seremonial semata.
“Kota Layak Anak bukan hanya piagam dan seremoni tahunan. Ia harus hadir dalam bentuk perlindungan nyata bagi anak-anak. Ketika ada putusan pengadilan soal hak anak dan itu diabaikan, maka tidak layak lagi menyandang gelar itu,” tutupnya. (yna)