PRAHA | Priangan.com – Presiden Republik Ceko, Petr Pavel, menyatakan bahwa Uni Eropa perlu mempertimbangkan kembali kebijakannya terhadap Rusia, terutama dalam hal keamanan dan kerja sama ekonomi di kawasan, apabila konflik di Ukraina berakhir.
Pernyataan itu disampaikan Pavel dalam wawancara dengan BBC News Ukraina pada 9 Juli 2025. Ia menyebut bahwa pendekatan konfrontatif yang terus berlangsung justru berisiko memperpanjang penderitaan di Ukraina dan memperburuk stabilitas ekonomi di Eropa.
“Kita perlu berpikir ke depan. Bila tercapai perdamaian, Eropa harus siap membangun kembali Ukraina, dan mungkin—tergantung bagaimana Rusia merespons—kita bisa membawa Rusia kembali ke meja perundingan untuk membahas kerja sama yang pernah ada,” kata Pavel.
Pernyataan tersebut mencerminkan perubahan sikap signifikan dari Pavel yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu pendukung paling vokal bantuan militer untuk Ukraina. Ia bahkan menjadi pelopor dalam inisiatif pengadaan 1,8 juta peluru artileri untuk Kyiv pada tahun-tahun awal invasi Rusia.
Meski menyerukan pembukaan jalur diplomatik baru, Pavel menegaskan bahwa Uni Eropa tetap tidak akan mengakui aneksasi Rusia atas wilayah Krimea serta empat wilayah Ukraina lainnya yang menggelar referendum pada 2022.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dalam wawancaranya dengan surat kabar Magyar Nemzet asal Hungaria, kembali menegaskan bahwa Moskow menuntut pengakuan internasional terhadap Krimea dan wilayah lain sebagai bagian sah dari Rusia. Ia juga mengkritik Uni Eropa yang menurutnya semakin berperan sebagai perpanjangan tangan NATO.
“UE kini berkembang menjadi blok militer-politik yang bisa memicu ketegangan baru di kawasan,” ujar Lavrov.
Pernyataan dari kedua belah pihak mencerminkan adanya tarik menarik antara kebutuhan stabilitas pascaperang dan posisi politik yang keras terkait kedaulatan wilayah. (zia)